Showing posts with label Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi. Show all posts
Showing posts with label Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi. Show all posts

JENIS JENIS KEGIATAN TATA HUTAN DI KPH

Jenis-jenis kegiatan TATA HUTAN di KPH terdiri dari tata batas hutan, inventarisasi, pembagian blok atau zona, tata batas dalam wilayah KPHL dan KPHP berupa penataan batas blok dan petak serta pemetaan. Hasil kegiatan tata hutan berupa penataan hutan disusun dalam buku dan peta penataan KPH.

kegiatan tata hutan


Tata hutan merupakan hal utama dalam pengelolaan hutan, dimana pada kegiatan ini perlu ditetapkan kawasan hutan yang relatif tetap dan tidak mudah diubah-ubah selama masa pengelolaan hutan. Oleh karenanya kawasan hutan negara yang telah ditetapkan sebagai areal KPH perlu ditetapkan misalnya dalam RTRW. Namun demikian akan menjadi tidak bermakna apabila areal KPH yang ditelah ditetapkan dalam RTRW tidak diikuti secara konsisten dan mudah diubah apabila sektor lain membutuhkan.

Pelaksanaan rencana tata hutan tidak akan terlepas dari sistem pemanfaatan ruang seperti yang tertuang dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten dan atau propinsi agar tercipta pemanfaatan ruang yang optimum sesuai dengan peruntukkannya. Pemanfaatan ruang optimum merupakan pemanfaatan ruang yang memberikan kesempatan tiap komponen aktivitas dalam unit ruang tersebut berinteraksi secara maksimal sesuai daya dukung kawasan yang pada akhirnya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang berkepentingan secara berkelanjutan.

Aktivitas manusia, baik sosial maupun ekonomi merupakan sumber perubahan dalam pemanfaatan ruang atau kawasan. Dinamika sosial yang diikuti oleh dinamika aktivitas ekonomi akan selalu membawa perubahan tata ruang yang dinamis pula. Oleh karena itu, sifat dinamis tersebut perlu dipertimbangkan dalam pendekatan optimalisasi pemanfaatan ruang.

Terkait :
 

DEFINISI DAN PENGERTIAN TATA HUTAN

Pengertian dan Definisi Tata Hutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.

Tata Hutan KPH


Tipe-tipe ekosistem hutan secara garis besar dapat dibagi menurut faktor yang mempengaruhinya yaitu "faktor edafik" dan "faktor iklim".

Faktor Edafik :

a. Hutan payau (mangrove) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut:
  • Tidak terpengaruh iklim;
  • Terpengaruh pasang surut,
  • Tanah tergenang air laut, tanah lumpur atau pasir, terutama tanah liat;
  • Tanah rendah pantai;
  • Hutan tidak mempunyai strata tajuk;
  • Tinggi pohon dapat mencapai 30 m;
  • Tumbuh di pantai merupakan jalur.
b. Hutan rawa (swamp forest) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut:
  • Tidak terpengaruh iklim;
  • Tanah tergenang air tawar;
  • Umumnya terdapat di belakang hutan payau;
  • Tanah rendah;
  • Tajuk terdiri dari beberapa strata;
  • Pohon dapat mencapai tinggi 50 - 60 m;
  • Terdapat terutama di Sumatera dan Kalimantan mengikuti sungai-sungai besar.
c. Hutan Pantai (Coastal forest) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut:
  • Tidak terpengaruh iklim;
  • Tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, lempung);
  • Tanah rendah pantai;
  • Pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphit
  • Terdapat terutama di pantai selatan P. Jawa, pantai barat daya Sumatera dan pantai Sulawesi.

Faktor Iklim :


a. Hutan Gambut (peat swamp forest) dengan ciri antara lain sebagai berikut:
  • Iklim selalu basah;
  • Tanah tergenang air gambut, lapisan gambut 1 - 20 m;
  • Tanah rendah rata;
  • Terdapat di Kalimantan Barat dan Tengah, Sumatera Selatan dan Jambi.
b. Hutan Karangas (heath forest) dengan ciri antara lain sebagai berikut:
  • Iklim selalu basah;
  • Tanah pasir, podsol;
  • Tanah rendah rata; .
  • Terdapat di Kalimantan Tengah.
c. Hutan Hujan Tropik (tropical rain forest) dengan ciri umum antara lain sbb:
  • Iklim selalu. basah;
  • Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah;
  • Terdapat di pedalaman yang selanjutnya dapat dibagi lagi menurut ketinggian daerahnya, yaitu :
  • hutan hujan bawah, terdapat pada tanah rendah rata atau berbukit dengan ketinggian 2 - 2000 m dpl.;
  • hutan hujan tengah, terdapat pada dataran tinggi dengan ketinggian 1000 – 3000 m dpl.;
  • hutan hujan atas, terdapat di daerah pegunungan dengan ketinggian 3000 - 4000 m dpl.; Tipe hutan ini terdapat terutama di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya.

d. Hutan musim (monsoon forest) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut:
  • Iklim musim;
  • Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah;
  • Terdapat di pedalaman yang selanjutnya dapat dibagi lagi menurut ketinggian, yaitu:
  • hutan musim bawah terdapat pada ketinggian 2 - 1000 m dpl.;
  • hutan musim tengah atas terdapat pada ketinggian 1000 - 4000 m dpl.;
  • Terdapat secara mozaik diantara hutan hujan di Jawa dan Nusa Tenggara.

Sebelum dilakukan Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Hutan pada wilayah KPH perlu disusun Dokumen Tata Hutan agar dapat dikelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya.

Tata hutan pada dasarnya dilaksanakan untuk memastikan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya hutan dilakukan secara terencana berdasarkan informasi sumberdaya hutan, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan yang akurat, serta memperhatikan kebijakan-kebijakan pemerintah, propinsi, kabupaten/kota termasuk integrasi dengan tata ruang. Penjelasan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan menyebutkan bahwa tata hutan merupakan kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan yang dalam pelaksanaannya memperhatikan keadaan hutan dan hak-hak masyarakat setempat yang lahir karena kesejarahannya. Sedangkan PP 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan serta pemanfaatan hutan menjelaskan bahwa tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan atau KPH mencakup pengelompokkan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Dengan kata lain, tata hutan merupakan penataan ruang di dalam KPH yang mencerminkan arah pengelolaannya dalam tiap bagian ruang KPH.

Terkait :

SASARAN PEMBENTUKAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH)

Dalam pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diperlukan sasaran yang tepat agar dapat dicapai pengelolaan hutan yang efesien dan lestari.

Adapun sasaran Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Wilayah Indonesia adalah :
  1. Memberikan kepastian areal kerja pengelolaan hutan untuk menghindari open access;
  2. Memastikan wilayah tanggung jawab pengelolaan dari suatu organisasi pengelolaan tertentu;
  3. Memastikan satuan analisis dalam penyusunan perencanaan pembangunan dan pengelolaan hutan;
  4. Menjadi dasar dalam penyusunan rencana pengembangan usaha;
  5. Meningkatnya legitimasi status sebagai salah satu sarana memperoleh kepastian hukum wilayah pengelolaan hutan;
  6. Terlaksananya penerapan kriteria dan standar pengelolaan hutan lestari;
  7. Terbentuknya institusi pengelola (organisasi) KPH. 



Kesatuan Pengelolaan Hutan  (KPH) yang saat ini dikembangkan oleh Kementerian Kehutanan  sebagai upaya reformasi tata kelola kawasan hutan di luar Pulau Jawa,   merupakan dinamika  kelembagaan  pengelolaan kehutanan di Indonesia.

Pembangunan KPH di Indonesia telah menjadi komitmen pemerintah dan masyarakat (para pihak), yang telah dimandatkan melalui UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP No 44 Tahun 2004 tentang Perencanan Kehutanan dan PP No 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan yang bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari.

Terkait :

PENGERTIAN DAN DEFINISI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH)

Pengertian dan Definisi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menurut PP No. 6 Tahun 2007 adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan idealnya seluruh kawasan hutan terbagi ke dalam KPH, yang menjadi bahagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. KPH tersebut dapat berbentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) maupun Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).


http://www.irwantoshut.net


Sebenarnya ide mengenai KPH sudah berlangsung lama, sejak UU Pokok-Pokok Kehutanan No.5 Tahun 1967 (UU No.5/1967) terbit. Namun pada masa itu, KPH diartikan sebagai kesatuan pemangkuan hutan sebagaimana diterapkan dalam pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani di Pulau Jawa. Di dalam pasal 10 UU No.5/1967 disebutkan bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengurusan Hutan Negara yang sebaik-baiknya, maka dibentuk Kesatuan kesatuan Pemangkuan Hutan dan Kesatuan-kesatuan Pengusahaan Hutan yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
oleh Menteri.

http://www.irwantoshut.net


Pada saat ini pengembangan KPH adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan kawasan hutan Indonesia yang sudah mulai berada dalam kondisi kritis. Selama ini kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang tidak dibebani hak ijin pengelolaan, berada dibawah pengurusan Dinas Kehutanan tanpa pengelolaan riil di tingkat tapak. Kondisi ini dapat mengakibatkan pemanfaatan hutan tidak optimal dan rawan terjadi pengrusakan terhadapa kawasan hutan.

Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.


http://www.irwantoshut.net


Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

 Terkait :

Artikel Lain :

TEGAKAN CAMPURAN | Terdiri Lebih dari Satu Jenis Pohon Dominan


Pengertian dan definisi dari Tegakan Campuran adalah suatu tegakan yang susunannya terdiri lebih dari satu jenis pohon dominan. Tegakan campuran mempunyai banyak keuntungan secara biologis dan ekonomis, disamping ada juga kekurangan-kekurangannya.

Keuntungan atau Kelebihan Tegakan Campuran antara lain adalah :
  1. Tempat tumbuh dapat dimanfaatkan lebih baik oleh akar, dan menambah daya tahan tehadap angin apabila jenis berakar dangkal dicampur dengan jenis berakar dalam.
  2. Daur hara lebih baik, karena proses dekomposisi yang lebih cepat dari campuran berbagai jenis daun.
  3. Ruang tajuk dapat dimanfaatkan dengan penutupan yang lebih baik, khususnya bila campuran terdiri dari jenis toleran dan intoleran.
  4. Iklim mikro tegakan sehat dan lebih tahan terhadap jenis gangguan
Kekurangan atau Kelemahan dari tegakan campuran antara lain adalah:
  1. tidak semua merupakan jenis yang tinggi nilainya,
  2. pengelolaannya tidak mudah,
  3. pemungutan hasilnya memerlukan biaya yang tinggi, dan
  4. cara permudaannya lebih sulit.

Artikel Terkait :


SISTEM MONOSIKLIS


Sistem monosiklis adalah suatu sistem pemungutan hasil atau pemanenan yang dilaksanakan setelah umur tegakan berada pada akhir daur. Selama masih dalam daur hanya dilaksanakan tebang pemeliharaan yang tidak memberikan hasil secara ekonomi.

Sistem monosiklis sekarang sangat jarang digunakan dalam pengelolaan hutan hujan tropis. Namun dengan adanya kecenderungan pemanfaatan hutan yang intensif dan terpelihara sebagai akibat semakin sempitnya areal hutan, elemen kerja dari sistem monosiklis dihidupkan kembali.

Jangka waktu pemanenan atau rotasi tebang yang sangat panjang merupakan kelebihan utama dari sistem ini. Contoh dari sistem monosiklis ini, antara lain :
  • Malayan Uniform System, diterapkan di Malaysia
  • Tropical Shelterwood System, diterapkan di Nigeria dan Ghana
  • High Shade Shelterwood System, diterapkan di Trinidad
  • Andaman Canopy Lifting System, diterapkan di Kepulauan Andaman.


Artikel Terkait :

Definisi Tentang Hutan :

Manfaat Ekonomi dan Dampak Ekologis Pengusahaan Hutan


Manfaat ekonomi dan dampak ekologis pengusahaan hutan selalu muncul bersamaan dan dipastikan akan memacu pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain akan menimbulkan dampak penurunan kualitas hutan dan lingkungannya, kecuali prinsip pest management practices benar-benar dilakukan sehingga kerusakan hutan diharapkan hanya bersifat sementara. Oleh karena itu, dalam kegiatan pengusahaan hutan yang perlu ditegaskan adalah bagaimana asas kelestarian dapat diwujudkan sehingga keuntungan ekonomi dan kepentingan ekologi dapat diraih. Hal tersebut hanya dapat dicapai jika dibarengi dengan pemilihan sistem silvikultur yang tepat, kemampuan dan profesionalisme rimbawan, pembiayaan serta kemauan dan etikad baik dari pihak pengusaha dalam memenuhi kewajibannya (Hadisaputro, 2000).

Mengingat hutan produksi yang dikelola dengan sistem TPTI di Indonesia masih belum mencerminkan pada asas kelestarian, maka dapat berdampak buruk pada tegakan tinggal. Salah satu dampak negatif dari pelaksanaan penebangan dalam sistem TPTI adalah terjadinya kerusakan pada tegakan lain disekitar pohon ditebang.

Leutournean (1979) mengemukakan bahwa kegiatan eksploitasi berperan sebagai kunci dalam mata rantai kegiatan pendayagunaan sumber daya hutan, sayangnya di negara-negara berkembang justru kegiatan ini yang terlemah.


Artikel Terkait :

DEFINISI DAN PENGERTIAN :

Pengertian Riap Pertumbuhan


Pengertian Riap didefinisikan sebagai pertumbuhan dimensi pohon (diameter dan tinggi) hingga masak tebang. Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa umur masak tebang pohon meranti 60 tahun kemudian volumenya dihitung 1 m³, maka riap satu pohon meranti adalah 1/60 m³ per tahun. Artinya kalau kita mengharapkan setiap tahun memproduksi kayu meranti sebesar 1.000 m³, maka kita setiap tahun harus berhasil menanam pohon meranti sebanyak 1.000 dibagi 1/60 m³ dikali 1 pohon, agar prinsip kelstarian hasil dipenuhi.

Mengingat dalam pengelolaan hutan kita tidak mengetahui secara tepat berapa sebenarnya riap pohonnya, maka sistem silvikulturnya menyesuaikan dengan asumsi riap yang ditetapkan. Acuan yang dipakai mengasumsikan riapnya sebesar 1 cm per tahun dan daurnya 35 tahun. Dengan asumsi tersebut, pohon yang boleh ditebang adalah yang berdiameter sama atau lebih besar dari 50 cm, dengan harapan pohon yang berdiameter sama dan atau di atas 20 cm dapat menjadi di atas 50 cm setelah masa 35 tahun, sehingga kelestarian hutan alam bisa dipertahankan.

Kendati demikian kenyataan menunjukkan bahwa implementasinya di lapangan masih mengalami banyak kendala. Hal ini disebabkan antara lain karena kegiatan pemanfaatan hutan yang lebih mengutamakan keuntungan ekonomi akumulatif jangka pendek dari pada perimbangan ekologi eksploratif jangka panjang (Hadisaputro, 2000).

Artikel Terkait :

DEFINISI DAN PENGERTIAN :

Pengertian Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi


Pengertian pengelolaan hutan produksi adalah usaha untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, penanaman, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu di hutan produksi.

Tujuan pengelolaan hutan adalah tercapainya manfaat ganda yaitu menghasilkan kayu, mengatur tata air, tempat hidup margasatwa, sumber makanan ternak dan manusia dan tempat rekreasi. Dalam keadaan tertentu, manfaat tersebut dapat saling tumbukan, sehingga perlu ditentukan prioritasnya. Disinilah diperlukan adanya tata guna lahan hutan yang permanen (Manan, 1998).

Pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan produksi, khususnya di luar pulau jawa telah dimulai pada tahun 1970-an melalui pola pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) pada kawasan hutan produksi. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilandasi oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan PP Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. Kemudian diganti PP Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada hutan produksi. Pengelolaan hutan di Indonesia saat ini mengacu pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.(Anonim, 2009)

Apabila pada awal tahun 1970 tersebut diprediksikan bahwa hutan alam produksi memiliki riap (tingkat pertumbuhan) 1 m³/ha/tahun, maka dengan luas lebih kurang 60 juta hektar, hutan produksi alam dapat menghasilkan bahan baku kayu sebesar 60 juta m³ per tahun. Hal ini dimungkinkan apabila sejak awal hutan alam produksi tersebut dikelola dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi lestari, dimana jumlah kayu yang diambil tidak melebihi tingkat pertumbuhannya. Namun demikian dalam kenyataannya pengusahaan hutan produksi oleh pelaku usaha yang tidak memiliki komitmen untuk mempertahankan kelestarian sumber daya hutan, telah mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya hutan produksi, sehingga tidak mampu lagi menghasilkan bahan baku industri pengolahan kayu sesuai dengan yang diperhitungkan semula yaitu 60 juta m³ per tahun (Astana S, 1999).

Artikel Terkait :

DEFINISI DAN PENGERTIAN :



HUTAN PRODUKSI

 

Pengertian dan Definisi dari "Hutan Produksi" adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, industri dan eksport. Pengertian dan Definisi Hutan Produksi menurut UU Nomor 41 Tahun 1999 Bab. 1 Pasal 1. adalah "Kawasan Hutan" yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

Pemanfaatan hutan produksi dalam UU Nomor 41 Tahun 199 dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.

Hutan ini biasanya terletak di dalam batas-batas suatu HPH (memiliki izin HPH) dan dikelola untuk menghasilkan kayu.



Dengan pengelolaan yang baik, tingkat penebangan diimbangi dengan penanaman dan pertumbuhan ulang sehingga hutan terus menghasilkan kayu secara lestari. Secara praktis, hutan-hutan di kawasan HPH sering dibalak secara berlebihan dan kadang ditebang habis.

Bentuk-bentuk pemanfaatan hutan produksi dapat berupa
  1. pemanfaatan kawasan, 
  2. pemanfaatan jasa lingkungan, 
  3. pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta 
  4.  pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. 


Hutan produksi dapat dibagi menjadi hutan produksi tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

  • Hutan Produksi Tetap (HP) 
Merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis.
  • Hutan Produksi Terbatas (HPT) 
Merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Hutan Produksi Terbatas merupakan hutan yang dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah. Hutan produksi terbatas ini umumnya berada di wilayah pegunungan di mana lereng-lereng yang curam mempersulit kegiatan pembalakan.
  • Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK)
a. Kawasan hutan dengan faktor kelas lereng jenis, tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam
b. Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman pertanian dan perkebunan.

Artikel Terkait :

DEFORESTASI


Pengertian Deforestasi didefinisikan sebagai penebangan tutupan hutan dan konversi lahan secara permanen untuk berbagai manfaat lainnya. Menurut definisi tata guna lahan yang digunakan oleh FAO dan diterima oleh pemerintah, lahan hutan yang telah ditebang, bahkan ditebang habis, tidak dianggap sebagai kawasan yang dibalak karena pada prinsipnya pohon-pohon mungkin akan tumbuh kembali atau ditanami kembali.


Deforestasi dilaporkan hanya setelah lahan dikonversi secara permanen untuk kepentingan lain yang bukan hutan. Namun, citra penginderaan jauh digunakan dalam laporan ini untuk menentukan tutupan lahan (ada atau tidak adanya hutan) selama ini tidak memberikan perbedaan seperti ini dan lahan yang ditebang habis telah dilaporkan sebagai kawasan bukan hutan atau kawasan yang dibalak.



Deforestasi yang terjadi di dunia termasuk Indonesia, sebenarnya telah terjadi sejak lama, namun tidak begitu dirasakan, tetapi akibat akumulasi kerusakan hutan tersebut (Baca: Struktur berubah fungsi berubah), maka kemampuan menyerap CO2 (hasil pembakaran), SO2 dan kemampuan suplai O2 menjadi berkurang, sehingga menambah suhu permukaan bumi dan akan terus berlangsung sepanjang masalah pengrusakan hutan ini tidak ditangani secara serius.




Konperensi tentang perubahan iklim yang berlangsung di Bali saat ini, mungkin akan menghasilkan suatu keputusan yang membanggakan bagi Indonesia terutama jika dalam konferensi ini bisa dihasilkan “Protokol Bali” yang menggantikan “Protokol Kyoto” yang akan berakhir pada tahun 2012. Namun akan sangat ironis, jika Pengrusakan Hutan (deforestasi) di Indonesia masih terus berlangsung dan bahkan sulit untuk dikendalikan. Karena bagaimanapun Indonesia adalah bagian dari masyarakat dunia, yang harus ikut peduli dan bertanggung jawab terhadap perubahan iklim (Pemanasan Global) yang sementara berlangsung ini.




Pengrusakan hutan (deforestasi) yang sementara berlangsung terus di Indonesia ini, disebabkan oleh banyak faktor yang terkadang sulit untuk dicari solusinya. Penebangan liar (Illegal logging dan Illegal Cutting) serta kebakaran hutan merupakan penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia. Kedua masalah besar tersebut sampai hari ini belum juga dapat ditangani secara baik, walaupun berbagai cara telah ditempuh termasuk mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan lainnya) untuk mengatasi masalah tersebut.


Masalah Pengrusakan hutan di Indonesia sebenarnya bukanlah suatu masalah yang boleh dibilang baru, namun sebuah isyu yang sebenarnya telah berlangsung sejak Zaman Pra Kemerdekaan, dimana sejarah telah mencatat bagaimana proses pengrusakan hutan Jati di Jawa oleh VOC, yang mana pada waktu itu berkuasa menentukan semua urusan perdagangan yang menginginkan hasil produksi yang tinggi dari hutan Indonesia tanpa mempedulikan azas kelestarian.



Artikel Terkait :


DEFINISI TENTANG HUTAN :



ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer