Showing posts with label DEFORESTASI. Show all posts
Showing posts with label DEFORESTASI. Show all posts

DEFINISI DAN PENGERTIAN PERLADANGAN BERPINDAH-PINDAH (SHIFTING CULTIVATION)


Istilah perladangan berpindah-pindah dalam bahasa Inggris adalah Shifting Cultivation, Slash and Burn Agriculture, Swidden agriculture.

Definisi dan Pengertian dari Perladangan Berpindah adalah suatu sistem usaha tani yang dimulai dengan penebangan pohon-pohonan (terutama pohon-pohon kecil). Pohon-pohonan yang ditebas dikeringkan, kemudian dibakar. Sesudah dibersihkan, ladang ditanami tanaman pangan, antara lain padi gogo, jagung, terong, cabe dan sebagainya. Biasanya lahan digunakan 2 - 3 tahun untuk tanaman pangan. Pada waktu akan ditinggalkan atau bersamaan dengan tanaman semusim, petani peladang menanam tanaman keras, umumnya buah-buahan (durian, rambutan, duku, kelapa, dll.) tetapi juga tanaman perdagangan (damar mata kucing, karet, dsb.). Tanaman keras ini tumbuh bersama belukar, yaitu pohon-pohonan yang tumbuh secara alami di lahan bekas berladang.

Sesudah beberapa tahun, hutan belukar ditebang lagi, disusul dengan penanaman kembali dengan tanaman pangan. Masa pertumbuhan belukar dari mulai lahan ditinggalkan, sampai penanaman kembali disebut "masa bera" atau juga masa rotasi.

Perladangan berpindah merupakan cara-cara bercocok tanam secara tradisonal yang telah lama dilakukan. Mereka membuka lahan baru lagi ketika lahan tempat bercocok tanam dirasakan produksinya sudah mulai menurun. Lahan dibiarkan dalam masa bera, agar secara alami lahan tersebut dapat memulihkan dirinya sendiri. Beberapa tahun kemudian mereka akan kembali bercocok tanam lagi pada lahan semula.

 

KERUSAKAN HUTAN MENYEBABKAN BENCANA



Gambar. Kerusakan Hutan akibat Ulah Manusia

Bencana banjir datang saat musim penghujan. Air yang meluap dari sungai sampai terjadi banjir bahkan banjir bandang yang merugikan harta bahkan jiwa. Masalah yang datang ketika musim kemarau adalah kekeringan. Semua masalah banjir dan kekeringan terjadi penyebabnya adalah akibat kerusakan hutan.

Hutan yang masih alami mempunyai pohon-pohon yang lebat, dan perakaran yang baik dapat menyerap air ketika hujan datang dan menyimpannya dalam tanah di celah-celah perakaran, secara perlahan melepaskannya melalui daerah aliran sungai. Fungsi hutan dalam mengendalikan fluktuasi debit air sungai sehingga saat hujan lebat tidak meluap dan musim kemarau tidak terjadi kekeringan. Hutan berfungsi dalam proses  hidro-orologis mengatur tata air dan menjaga ketersedian air bagi mahluk hidup.

Bencana akibat kerusakan hutan yang terjadi bukan hanya itu saja, masih banyak lagi dampak negatif yang ditimbulkannya. Kerusakan lingkungan hutan seperti ini merupakan kerusakan akibat ulah manusia yang melakukan penebangan pohon secara liar pada daerah hulu sungai bahkan pembukaan areal menjadi daerah pemukiman, pertanian, pertambangan dan lain-lainnya.


Gambar. Kerusakan Hutan akibat Perambahan Hutan

Menurut para ahli arti dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan. Pengertian ini juga sering disebut degradasi hutan dan ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi.

Lembaga CIFOR meneliti penyebab perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan, transmigrasi, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum.

Perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologis di areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan tersebut sebagai habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai.

Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis merupakan salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan berdampak negatif terhadap emisi gas rumah kaca.


Gambar. Konversi Hutan menjadi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

Hasil Penelitian terakhir dari CIFOR mengungkapkan beberapa dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan untuk produksi bahan bakar nabati atau biofuel. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut, menyebabkan emisi karbon yang dihasilkan dari konversi lahan memerlukan waktu ratusan tahun untuk proses pemulihan seperti sedia kala.


Gambar. Kerusakan Hutan akibat Kebakaran

Data kerusakan hutan di Indonesia masih simpang siur, ini akibat perbedaan persepsi dan kepentingan dalam mengungkapkan data tentang kerusakan hutan. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah. Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen (1%).

Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1,6 – 2 juta ha per tahun dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau illegal logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah 1,08 juta ha per tahun.








Artikel Terkait :

DEFINISI TENTANG HUTAN :


ARTIKEL DAN MAKALAH LINGKUNGAN HIDUP

Artikel Lingkungan dan Makalah Lingkungan berisi materi tentang kelestarian lingkungan hidup, pengaruh dan dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan (Hutan, Tanah dan Air). Bagaimana cara memanfaatkan sumberdaya alam dengan menekan sekecil-kecilnya dampak negatif yang ditimbulkan.
Dalam Kegiatan Pembangunan sering diperhadapkan dengan masalah ekonomi dan masalah ekologi. Kedua masalah ini harus ditangani secara bijaksana sehingga fungsi salah satunya tidak berkurang dan dapat berjalan selaras. Kerusakan Lingkungan dan pencemaran lingkungan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun bahan publikasi di media massa. Disini coba disajikan beberapa topik pembicaraan artikel lingkungan dan makalah lingkungan. Contohnya saja artikel "Pencemaran Tanah yang menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran tanah". Sebagian kecil artikel lingkungan dan makalah lingkungan ini belum dapat menjawab semua permasalahan lingkungan yang terjadi di sekitar kita, tetapi setidaknya dapat memberikan sumbangan pemikiran demi menciptakan lingkungan hidup yang harmonis.

Pencemaran Lingkungan :

  1. Macam dan Jenis Pencemaran Lingkungan
  2. Berdasarkan Lingkungan Tempat Terjadinya
  3. Berdasarkan Bahan dan Tingkat Pencemaran
  4. Parameter Pencemaran Lingkungan
  5. Dampak Pencemaran Lingkungan
  6. Usaha Penanggulangan Pencemaran Lingkungan

 

Artikel Terkait :

PENGERTIAN LINGKUNGAN | Menurut Para Ahli Lingkungan.

http://tinjauan-pustaka-online.blogspot.com/2013/12/pengertian-lingkungan.html
Pengertian dari Lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar mahluk hidup. Para ahli lingkungan memberikan definisi bahwa Lingkungan (enviroment atau habitat) adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh timbal-balik satu sama lain dan dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan. Menurut Ensiklopedia Kehutanan menyebutkan bahwa Lingkungan adalah jumlah total dari faktor-faktor non genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi pohon. Ini mencakup hal yang sangat luas, seperti tanah, kelembaban, cuaca, pengaruh hama dan penyakit, dan kadang-kadang intervensi manusia.

Kepentingan atau pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap masyakat tumbuhan berbeda-beda pada saat yang berlainan. Suatu faktor atau beberapa faktor dikatakan penting apabila pada suatu waktu tertentu faktor atau faktor-faktor itu sangat mempengaruhi hidup dan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan, karena dapat pada taraf minimal, maximal atau optimal, menurut batas-batas toleransi dari tumbuh-tumbuhan atau masyarakat masing-masing.
Lingkungan terbagi 2 yaitu Biotik dan Abiotik dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Komponen biotik (komponen makhluk hidup), misalnya binatang, tumbuh-tumbuhan, dan mikroba.
  2. Komponen abiotik (komponen benda mati), misalnya air, udara, tanah, dan energi.
Berdasarkan segi trofik atau nutrisi, maka komponen biotik dalam ekosistem terdiri atas dua jenis sebagai berikut.
  • Komponen autotrofik (autotrophic). Kata autotrofik berasal dari kata autos artinya sendiri, dan trophikos artinya menyediakan makanan. Komponen autotrofik, yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organik berasal dari bahan-bahan anorganik dengan bantuan klorofil dan energi utama berupa radiasi matahari. Oleh karena itu, organisme yang mengandung klorofil termasuk ke dalam golongan autotrof dan pada umumnya adalah golongan tumbuh-tumbuhan. Pada komponen nutrofik terjadi pengikatan energi radiasi matahari dan sintesis bahan anorganik menjadi bahan organik kompleks.
  • Komponen heterotrofik (heterotrofhic). Kata heterotrof berasal dari kata hetero artinya berbeda atau lain, dan trophikos artinya menyediakan makanan. Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang hidupnya selalu memanfaatkan bahan organik sebagai bahan makanannya, sedangkan bahan organik yang dimanfaatkan itu disediakan oleh organisme lain. Jadi, komponen heterotrofit memperoleh bahan makanan dari komponen autotrofik, kemudian sebagian anggota komponen ini menguraikan bahan organik kompleks ke dalam bentuk bahan anorganik yang sederhana dengan demikian, binatang, jamur, jasad renik termasuk ke dalam golongan komponen heterotrofik.



Odum (1993) mengemukakan bahwa semua ekosistem apabila ditinjau dari segi struktur dasarnya terdiri atas empat komponen. Pernyataan yang serupa juga dikemukakan oleh Resosoedarmo dkk. (1986) bahwa ekosistem ditinjau dari segi penyusunnya terdiri atas empat kompoenen, yaitu komponen abiotik, komponen biotik yang mencakup produsen, konsumen, dan pengurai. Masing-masing dari komponen itu diuraikan sebagai berikut:
  1. Komponen Abiotik (benda mati atau nonhayati), yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. Menurut Setiadi (1983), komponen biotik dari suatu ekosistem dapat meliputi senyawa dari elemen inorganik misalnya tanah, air, kalsium, oksigen, karbonat, fosfat, dan berbagai ikatan senyawa organik. Selain itu, juga ada faktor­faktor fisik yang terlibat misalnya uap air, angin, dan radiasi matahari.
  2. Komponen produsen, yaitu organisme autotrofik yang pada umumnya berupa tumbuhan hijau. Produsen menggunakan energi radiasi matahari dalam proses fotosintesis, sehingga mampu mengasimilasi CO, dan H20 menghasilkan energi kimia yang tersimpan dalam karbohidrat. Energi kimia inilah sebenarnya merupakan sumber energi yang kaya senyawa karbon. Dalam proses fotosintesis tersebut, oksigen dikeluarkan oleh tumbuhan hijau kemudian dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup di dalam proses pemapasan.
  3. Komponen konsumen, yaitu organisme heterotrofik misalnya binatang dan manusia yang makan organisme lain. Jadi, yang disebut sebagai konsumen adalah semua organisme dalam ekosistem yang menggunakan hasil sintesis (bahan organik) dari produsen atau dari organisme lainnya. Berdasarkan kategori tersebut, maka yang termasuk konsumen adalah semua jenis binatang dan manusia yang terdapat dalam suatu ekosistem. Konsumen dapat digolongkan ke dalam: konsumen pertama, konsumen kedua, konsumen ketiga, dan mikrokonsumen (Resosoedarmo dkk., 1986; Setiadi, 1983).
    • Konsumen pertama adalah golongan herbivora, yaitu binatang yang makan tumbuh-tumbuhan hijau. Contoh organisme yang termasuk herbivora adalah serangga, rodensia, kelinci, kijang, sapi, kerbau, kambing, zooplankton, crustaeeae, dan mollusca.
    • Konsumen kedua adalah golongan karnivora kecil dan omnivora. Karnivora kecil, yaitu binatang yang berukuran tubuh lebih kecil dari karnivora besar dan memakan binatang lain yang masih hidup, misalnya anjing, kucing, mbah, anjing hutan, burung prenjak, burung jalak, dan burung gagak. Omnivora, yaitu organisme yang memakan herbivora dan tumbuh-tumbuhan, misalnya manusia dan burung gereja.
    • Konsumen ketiga adalah golongan karnivora besar (karnivora tingkat tinggi). Karnivora besar, yaitu binatang yang memakan atau memangsa karnivora kecil, herbivora, maupun omnivora, misalnya singa, harimau, serigala, dan burung rajawali.
    • Mikrokonsumen adalah tumbuhan atau binatang yang hidupnya sebagai parasit, scavenger, dan saproba. Parasit tumbuhan maupun binatang hidupnya bergantung kepada somber makanan dari inangnya. Sedangkan scavenger dan saproba hidup dengan makan bangkai binatang dan tumbuhan yang telah mati.
  4. Komponen pengurai, yaitu mikroorganisme yang hidupnya bergantung kepada bahan organik dari organisme mati (binatang, tumbuhan, dan manusia yang telah mati). Mikroorganisme pengurai tersebut pada umumnya terdiri atas bakteri dan jamur. Berdasarkan atas tahap dalam proses penguraian bahan organik dari organisme mati, maka organisme pengurai terbagi atas dekomposer dan transformer (Setiadi, 1983). Dekomposer, yaitu mikroorganisme yang menyerang bangkai hewan dan sisa tumbuhan mati, kemudian memecah bahan organik kompleks ke dalam ikatan yang lebih sederhana, dan proses dekomposisi itu disebut humifikasi yang menghasilkan humus. Transformer, yaitu mikroorganisme yang meneruskan proses dekomposisi dengan mengubah ikatan organik sederhana ke dalam bentuk bahan anorganik yang siap dimanfaatkan lagi oleh produsen (tumbuh-tum­buhan), dan proses dekomposisi itu disebut mineralisasi yang menghasilkan zat hara.
http://beautifullyandhealthy.blogspot.com/2013/11/health-and-beauty-for-girls.html

Faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan dapat menjadi penting bagi hidup dan pertumbuhan individu dan masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Tabel. Beberapa Faktor Lingkungan yang terpenting.
No
Faktor Lingkungan
Aspek-Aspek Penting
A
Faktor Abiotik

I
Faktor-Faktor Iklim :
1
Cahaya Intensitas, Kualitas, Lama dan Periodisitas
2
Suhu Derajat, Lama dan Periodisitas.
3
Curah Hujan Kuantitas dan Intensitas, Frekwensi, Distribusi dan Musim
4
Kelembaban Udara Kelembaban Nisbi, Tekanan Uap dan Defisit tekanan uap.
5
Angin Kecepatan, Kekuatan dan Arah, Frekwensi dan Jenis
6
Gas Udara Oksigen, Karbondioksida, gas-gas lain
II
Faktor-Faktor Geografis

Letak Geografis Derajat lintang (Latitude), Derajat Bujur (Longitude), Pulau atau Benua, Jarak dari panti

Topografi Lereng, Derajat dan Arah, Letak tinggi dari permukaan laut (Altitude), Bentuk Lapang.

Geologi Sejarah Geologi, Batuan dan Bahan Induk

Vulkanisme Pengaruh panas, mekanis dan kimia
III
Faktor-Faktor Edafis

Jenis Tanah

Sifat –Sifat Fisik Profil, struktur, tekstur, aerasi, porosistas dan bulk density, kadar air, permeabilias, drainase, infiltrasi, suhu

Sifat –Sifat Kimia pH, Mineral tanah, Senyawa organik tanah, Sifat Base excange

Sifat –Sifat Biologi Bahan Organik, Humus dan serasah, flora tanah, jamur, bakteri, fauna tanah, cacing, rayap.

Erosi
B
Faktor Biotik
I
Faktor Manusia Penebangan, Pembakaran, Aktivitas budidaya, pemupukan dan pengolahan tanah.
II
Faktor Hewan Penyerbukan, Penyebaran Buah dan Biji, Pengaruh Kotoran, Memakan dan merusak bagian tumbuh/tumbuhan, Transmisi Penyakit, Pemadatan Tanah.
III
Faktor Tumbuh-tumbuhan lain Persaingan, Parasitisma, Simbiosis, Alellopathy.





Selanjutnya Pengertian Lingkungan Menurut Wikipedia >>>








Artikel Terkait :

Pencemaran Lingkungan :
  1. Macam dan Jenis Pencemaran Lingkungan
  2. Berdasarkan Lingkungan Tempat Terjadinya
  3. Berdasarkan Bahan dan Tingkat Pencemaran
  4. Parameter Pencemaran Lingkungan
  5. Dampak Pencemaran Lingkungan
  6. Usaha Penanggulangan Pencemaran Lingkungan

DEFORESTASI


Pengertian Deforestasi didefinisikan sebagai penebangan tutupan hutan dan konversi lahan secara permanen untuk berbagai manfaat lainnya. Menurut definisi tata guna lahan yang digunakan oleh FAO dan diterima oleh pemerintah, lahan hutan yang telah ditebang, bahkan ditebang habis, tidak dianggap sebagai kawasan yang dibalak karena pada prinsipnya pohon-pohon mungkin akan tumbuh kembali atau ditanami kembali.


Deforestasi dilaporkan hanya setelah lahan dikonversi secara permanen untuk kepentingan lain yang bukan hutan. Namun, citra penginderaan jauh digunakan dalam laporan ini untuk menentukan tutupan lahan (ada atau tidak adanya hutan) selama ini tidak memberikan perbedaan seperti ini dan lahan yang ditebang habis telah dilaporkan sebagai kawasan bukan hutan atau kawasan yang dibalak.



Deforestasi yang terjadi di dunia termasuk Indonesia, sebenarnya telah terjadi sejak lama, namun tidak begitu dirasakan, tetapi akibat akumulasi kerusakan hutan tersebut (Baca: Struktur berubah fungsi berubah), maka kemampuan menyerap CO2 (hasil pembakaran), SO2 dan kemampuan suplai O2 menjadi berkurang, sehingga menambah suhu permukaan bumi dan akan terus berlangsung sepanjang masalah pengrusakan hutan ini tidak ditangani secara serius.




Konperensi tentang perubahan iklim yang berlangsung di Bali saat ini, mungkin akan menghasilkan suatu keputusan yang membanggakan bagi Indonesia terutama jika dalam konferensi ini bisa dihasilkan “Protokol Bali” yang menggantikan “Protokol Kyoto” yang akan berakhir pada tahun 2012. Namun akan sangat ironis, jika Pengrusakan Hutan (deforestasi) di Indonesia masih terus berlangsung dan bahkan sulit untuk dikendalikan. Karena bagaimanapun Indonesia adalah bagian dari masyarakat dunia, yang harus ikut peduli dan bertanggung jawab terhadap perubahan iklim (Pemanasan Global) yang sementara berlangsung ini.




Pengrusakan hutan (deforestasi) yang sementara berlangsung terus di Indonesia ini, disebabkan oleh banyak faktor yang terkadang sulit untuk dicari solusinya. Penebangan liar (Illegal logging dan Illegal Cutting) serta kebakaran hutan merupakan penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia. Kedua masalah besar tersebut sampai hari ini belum juga dapat ditangani secara baik, walaupun berbagai cara telah ditempuh termasuk mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan lainnya) untuk mengatasi masalah tersebut.


Masalah Pengrusakan hutan di Indonesia sebenarnya bukanlah suatu masalah yang boleh dibilang baru, namun sebuah isyu yang sebenarnya telah berlangsung sejak Zaman Pra Kemerdekaan, dimana sejarah telah mencatat bagaimana proses pengrusakan hutan Jati di Jawa oleh VOC, yang mana pada waktu itu berkuasa menentukan semua urusan perdagangan yang menginginkan hasil produksi yang tinggi dari hutan Indonesia tanpa mempedulikan azas kelestarian.



Artikel Terkait :


DEFINISI TENTANG HUTAN :



Kerusakan Hutan Pulau Kecil

(Kasus Ekosistem Hutan Pulau Haruku)

Prof. Dr. Ir. J.M. Matinahoru.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon

1. Karakteristik hutan pada pulau kecil

Ekosistem hutan pada pulau-pulau kecil (small islands) memiliki tingkat sensitivitas ekosistem yang sangat rapuh, jika dibandingkan dengan ekosistem hutan pada pulau-pulau besar (continental islands). Hutan pada pulau kecil memiliki kondisi pertumbuhan yang khusus, misalnya vegetasi hutan didominasi oleh pohon-pohon yang tumbuh lambat, diameter batang pohon umumnya tidak terlalu besar dan daun tumbuhan umumnya sempit. Kondisi fisik hutan seperti ini disebabkan oleh beberapa hal pokok, yaitu :

(a). Hutan pada pulau kecil terlalu sering mendapat banyak pengaruh intrusi air laut yang masuk ke daratan terutama pada hutan di wilayah-wilayah pesisir. Hal ini menyebabkan air tanah yang diabsorbsi akar vegetasi mengandung cukup tinggi konsentrasi ion natrium, karbonat dan klorida. Sebagai akibat kelebihan ion-ion ini maka terjadi keracunan bagi sel-sel tumbuhan yang mengakibatkan vegetasi tumbuh dan berkembang tidak normal,


kerusakan hutan

(b). Hutan pada pulau kecil hampir setiap saat mendapat hembusan angin laut yang membawa banyak uap air laut yang mengandung cukup tinggi kadar garam. Uap air yang mengandung garam tersebut, kemudian diabsorbsi oleh daun tumbuhan yang akibatnya terjadi keracunan oleh adanya kelebihan konsentrasi natrium,

(c). Hutan pada pulau kecil secara umum juga memiliki transpirasi tinggi sebagai akibat frekuensi terpaan angin laut yang berlangsung hampir secara terus menerus sehingga mekanisme pembukaan dan penutupan stomata menjadi terganggu, dan proses fotosintesis berlangsung tidak normal karena konsentrasi CO2 menjadi menurun disekitar atmosfer daun karena dipindahkan oleh angin ke tempat lain,

(d). Hutan pada pulau kecil umumnya tumbuh pada wilayah DAS yang pendek dan sempit sehingga hujan yang jatuh dalam wilayah DAS lebih cepat mengalami run off menuju badan sungai dari pada terinfiltrasi ke dalam tanah untuk menambah volume air tanah aktual bagi pertumbuhan vegetasi hutan,


sungai hutan


(e). Hutan pada pulau kecil cendrung memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) yang sempit sehingga jumlah air hujan yang jatuh dan tertampung pada suatu daerah tangkapan air selalu tidak seimbang terhadap laju kehilangan air tanah yang harus mengalir keluar melalui sungai dan evapotranspirasi,

(f). Hutan pada pulau kecil secara umum tumbuh diatas kondisi tanah dengan solum tanah dangkal terutama bagi pulau-pulau coral dan atol. Akibat volume tanah yang rendah seperti ini, maka kondisi pertumbuhan hutan disini cendrung didominasi oleh jenis-jenis yang perkembangan tinggi pohon dan diameter batang sangat lambat.

Berdasarkan karakteristik-karakteristik yang dikemukakan diatas menunjukan bahwa pertumbuhan hutan pada pulau-pulau kecil seperti Haruku, Saparua, Nusalaut, Ambon dan Seram sebenarnya memiliki hutan yang secara alami sulit untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini karena banyak sekali faktor pembatas pertumbuhan yang harus dapat diadaptasi dengan baik oleh sel-sel tumbuhan dari pohon-pohon yang ada pada wilayah tersebut. Walaupun demikian secara alami pengaruh ini masih dapat diimbangi dengan kondisi musim, dimana pada saat musim hujan hampir semua pengaruh buruk dari laut terhadap tumbuhan yang ada di daratan pulau-pulau tersebut dapat teratasi melalui pencucian. Selanjutnya jika hutan yang sudah sangat sulit berkembang tersebut, kemudian diganggu lagi dengan aktivitas penebangan maupun pemusnahan oleh manusia maka hancurlah ekosistem tersebut,

2. Kerusakan-kerusakan ekosistem hutan pada pulau kecil

Secara umum kerusakan ekosistem pulau kecil disebabkan oleh alam (natural disasters) dan manusia (human destructions). Gangguan faktor alam bagi pulau kecil khususnya di Maluku lebih disebabkan oleh letusan gunung api, naiknya permukaan air laut dan kebakaran. Namun demikian kerusakan hutan akibat gangguan alam tidak signifikan jika dibandingkan dengan kerusakan oleh aktivitas manusia. Kerusakan hutan pada pulau kecil sebagai akibat aktivitas manusia lebih disebabkan oleh kemiskinan sebagai faktor kunci. Secara umum pulau-pulau kecil di Maluku dihuni oleh masyarakat yang miskin. Hal ini karena faktor kualitas sumberdaya manusia dan keterisolasian wilayah untuk akses teknologi dan pasar. Beberapa hasil penelitian (Matinahoru dan Hitipeuw, 2005; Van Ersnt, 2007 dan Watilei, 2008) menunjukan bahwa kerusakan ekosistem hutan pada pulau kecil lebih disebabkan 3 hal utama, yaitu :

(a). Aktivitas perladangan berpindah oleh masyarakat,

(b). Aktivitas penebangan pohon secara legal maupun ilegal untuk berbagai kebutuhan seperti energi kayu bakar, konstruksi bangunan, meubel dan lain-lain,

(c). Aktivitas perluasan pemanfaatan lahan oleh masyarakat maupun pemerintah untuk berbagai kepentingan seperti pemukiman masyarakat, perkantoran, lapangan udara, pelabuhan kapal, infrastruktur jalan, perkebunan monokultur dan lain-lain.


kerusakan hutan


3. Manfaat hutan bagi kehidupan manusia

Sejak jaman nenek moyang manusia, hutan telah dijadikan sebagai lahan untuk mencari nafkah hidup. Sejak itu pula telah ada kearifan lokal manusia untuk melindungi dan melestarikan hutan dan lingkungannya sehingga hutan tetap menjadi primadona penopang kehidupan mereka.


Hutan diketahui memiliki manfaat yang langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan sebagai berikut.

1. Manfaat langsung
1.1. Sumber bahan/konstruksi bangunan (rumah, jembatan, kapal, perahu, bantalan kereta api, tiang listrik, plywood, particle board, panel-panel dll).
1.2. Sumber bahan pembuatan perabot rumah (meubel, ukiran, piring, senduk, mangkok dll).
1.3. Sumber bahan pangan (sagu, umbian, sayuran, dll).
1.4. Sumber protein (madu, daging, sarang burung, dll).
1.5. Sumber pendukung fasilitas pendidikan (pinsil dan kertas).
1.6. Sumber bahan bakar (kayu api, arang dll).
1.7. Sumber oksigen (pernapasan manusia, respirasi hewan)
1.8. Sumber pendapatan (penjualan hasil hutan kayu dan non kayu)
1.9. Sumber obat-abatan (daun, kulit, getah, buah/biji)
1.10. Habitat satwa (makan, minum, main, tidur)

2. Manfaat tidak langsung
2.1. Pengatur sistem tata air (debit air, erosi, banjir, kekeringan)
2.2. Kontrol pola iklim (suhu, kelembaban, penguapan)
2.3. Kontrol pemanasan bumi
2.4. Ekowisata (rekreasi, berburu, camping dll)
2.5. Laboratorium plasma nutfah (taman nasional, kebun raya dll)
2.6. Pusat pendidikan dan penelitian
2.7. Sumber bahan pendukung industri-industri kimia (pewarna, terpen, kosmetik, obat-obatan, tekstil dll).

4. Kasus ekosistem hutan pulau Haruku

Secara umum kondisi fisiografi petuanan desa Haruku adalah datar sampai bergunung. Kondisi wilayah yang datar berada pada tepi pantai dan digunakan sebagai tempat pemukiman dan usaha tanaman umur panjang dari masyarakat dan hutan sagu. Sedangkan wilayah perbukitan sampai pegunungan di dominasi oleh vegetasi hutan dataran tinggi yaitu campuran berbagai spesies mulai dari kayu besi, lenggua, kayu merah, pulaka, pule, nyatoh, bintanggor, pala hutan dan lain-lain. Terdapat pula hasil hutan ikutan berupa sagu dan bambu. Wilayah ini secara umum digunakan sebagai tempat berladang dengan menanam sayuran, singkong, patatas, pisang dan beberapa usaha tanaman umur panjang seperti cengkih, pala, coklat dan kelapa dalam pola tanam polikultur.

Jenis tanah dominan pada petuanan desa Haruku adalah regosol pada dataran rendah dan kambisol serta podsolik pada dataran tinggi. Tanah regosol didominasi oleh fraksi pasir dengan tingkat kesuburan tanah adalah sedang, sementara kambisol dan podsolik didominasi oleh fraksi liat dengan tingkat kesuburan tanah adalah rendah. Secara umum kondisi iklim pulau Haruku sama seperti iklim pulau Ambon, yaitu musim panas pada bulan September sampai April dan musim hujan dari bulan Mei sampai Agustus. Suhu rata-rata bulanan selama musim panas adalah 26 – 29 oC dengan kelembaban relatif 80 – 85 % dan pada musim hujan 24 – 27 oC dengan kelembaban relatif 85 – 90 %.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa kerapatan vegetasi di petuanan Desa Haruku termasuk dalam kategori rendah karena ; (1). Dalam petak 20 X 20 m jarang ditemukan pohon dengan ukuran diameter diatas 50 cm, dan (2). Jarang ditemukan semai atau anakan pohon-pohonan dalam jumlah yang lebih dari 20 anakan. Hal ini menunjukan bahwa ekosistem hutan di petuanan Desa Haruku telah mengalami kerusakan serius. Kondisi ini terbukti disaat musim hujan sungai Meme dan Iri mempunyai debit air meningkat tajam dan kualitas air menjadi sangat keruh.

Beberapa alasan kunci mengapa debit air dimusim hujan meningkat, yaitu: (1) Jumlah pohon sangat terbatas (jarang) sehingga produksi humus dan perakaran oleh pohon juga terbatas dan akibatnya jumlah air yang diserap kedalam tanah berkurang, (2). Jenis tanah kambisol dan podsolik memiliki sifat fisik tanah dimana ukuran pori tanah kecil sehingga kecepatan penyerapan air oleh tanah sangat lambat. Akibat dari kedua hal ini maka air hujan yang jatuh kepermukaan tanah akan lebih banyak mengalir ke sungai dari pada terserap ke dalam tanah, dan dengan demikian debit air sungai menjadi meningkat.

Dampak kenaikan debit air dari kedua sungai (Wae Meme dan Wae Iri) jika tidak diantisipasi lebih awal maka suatu ketika akan membawa musibah bagi penduduk disekitar muara kedua sungai tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor kerusakan hutan akibat pola tata guna lahan yang keliru. Secara umum trend laju kerusakan hutan di hampir semua tempat adalah selalu mengikuti laju pertambahan penduduk dan laju peningkatan kebutuhan manusia. Sementara itu, upaya-upaya penanaman kembali lahan kosong atau lahan kritis oleh masyarakat jarang dilakukan secara mandiri (selalu berharap pada pemerintah), di sisi lain kebutuhan akan kayu untuk bahan bangunan dan lahan untuk berladang terus meningkat.

Berdasarkan observasi lapangan dapat disimpulkan bahwa rendahnya kerapatan pohon atau jumlah dan jenis pohon di dalam petuanan desa Haruku karena beberapa hal, yaitu:
(1). Adanya praktek perladangan berpindah, (2). Adanya penebangan pohon-pohon tertentu untuk kebutuhan membangun rumah dan lain-lain (3). Adanya konversi (pengubahan) lahan hutan menjadi lahan kebun tanaman umur panjang, dan (4). Adanya kebutuhan lahan untuk pemukiman penduduk.
Di pulau Haruku terdapat banyak satwa burung maleo sebagai spesies endemik. Burung maleo dijumpai bukan saja di Desa kailolo, tetapi juga di Desa Haruku. Dari observasi lapangan menunjukan bahwa terdapat banyak ancaman terhadap kelestarian spesies ini, terutama pada beberapa aspek ekosistem yang terkait dengan tempat makan, bermain, tidur dan bertelur. Beberapa faktor yang mengancam adalah ; (1). Pencurian telur oleh masyarakat, (2). Predator seperti babi, soa-soa dan burung elang, (3). Pemburuan oleh masyarakat, (4). Rendahnya kerapatan vegetasi untuk tempat makan dan bermain, serta (4). Abrasi laut dan sungai.
Kewang dan Sasi sebagai kearifan lokal orang Maluku masih terpelihara baik di Haruku, walaupun sudah mulai mengalami benturan-benturan dengan masuknya budaya yang kontra budaya lokal. Lembaga kewang berdasarkan pada fungsi dan perannya memang harus memiliki aksi nyata di lapangan untuk dapat mempertahankan kelestarian ekosistem hutan khususnya di petuanan Desa Haruku sehingga minimal dapat mengurangi dampak-dampak terhadap ekosistem hutan maupun habitat bagi satwa dan ikan. Berdasarkan pengalaman dibeberapa tempat menunjukan bahwa regulasi atau peraturan pada tingkat desa yang harus banyak dibuat untuk melestarikan sumberdaya alam di suatu wilayah. Melalui kewang harus dapat dipromosikan peraturan-peraturan desa yang dapat mendorong dan menjamin kelestarian sumberdaya alam seperti hutan, satwa dan ikan di laut.

kerusakan hutan

LIHAT GAMBAR KERUSAKAN HUTAN >>>

DAFTAR PUSTAKA

Davis, G. 1988. Indonesian forest, land and water. Issues in sustainable development. John Wiley and sons Ltd, London.

Matinahoru, J.M, 2006. Kebutuhan bahan bakar kayu oleh masyarakat disekitar hutan produksi di Desa Honitetu Kecamatan Kairatu. Laporan penelitian mandiri Fakultas Pertanian Unpatti Ambon.

Matinahoru, J.M, 2006. Dampak ijin pemanfaatan kayu (IPK) bagi kerusakan ekosistem hutan pulau kecil. Prosiding workshop NFP Facility FAO Regional Maluku dan Maluku Utara, Ambon.

Matinahoru, J.M, 2007. Dampak pola tata guna lahan terhadap debit sumber air keluar Dusun Kusu-kusu Sereh Ambon. Laporan penelitian mandiri Fakultas Pertanian Unpatti Ambon.

Matinahoru, J.M, 2007. Dampak kerusakan ekosistem DAS Wae Batu Gajah terhadap pemukiman penduduk kota Ambon. Laporan penelitian mandiri Fakultas Pertanian Unpatti Ambon.

Matinahoru, J.M, 2008. Kebutuhan energi kayu bakar dan kelestarian air pada pulau-pulau kecil di Maluku. Prosiding workshop pelestarian sumber air di pulau Kei Kecil Maluku Tenggara, Tual.

Matinahoru, J.M dan J. Hitipeuw. 2005. Kerusakan hutan dan perladangan berpindah pada beberapa desa enclave di Maluku. Majalah EUGENIA, Publikasi Ilmiah Pertanian. Fakultas Pertanian, Usrat Manado.

Marsono, D. 2000. Pendekatan ekosistem pengelolaan kawasan pantai dan pulau-pulau kecil. Seminar nasional pengelolaan hutan pantai dan pulau-pulau kecil dalam konteks negara kepulauan.

Van Ernst, L. 2007. Kajian faktor-faktor penentu laju kerusakan hutan akibat perladangan berpindah di Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Skripsi Fakultas Pertanian Unpatti, Ambon.

Watilei, A.M. 2008. Siklus perladangan berpindah pada beberapa desa di pulau Yamdena. Skripsi Fakultas Pertanian Unpatti, Ambon.

Winarto, Y. 1998. Pengetahuan lokal dalam wacana kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Fakultas Kehutanan UGM, Yogjakarta.


Artikel Terkait :


DEFINISI TENTANG HUTAN :

Pengertian Abrasi Pantai

Definisi Abrasi atau Pengertian Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh kekuatan gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Ada yang mengatakan Abrasi sebagai erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipengaruhi oleh gejala alami dan tindakan manusia.

Tindakan manusia yang mendorong terjadinya abrasi adalah pengambilan batu dan pasir di pesisir pantai sebagai bahan bangunan. Selain itu penebangan pohon-pohon pada hutan pantai atau hutan mangrove memacu terjadinya abrasi pantai lebih cepat.

Abrasi Pantai yang menumbangkan Pohon

Hutan Pantai yang tidak terjadi abrasi mempunyai beberapa zonasi yang jelas, yaitu zone Ipomea pescaprae dan zone Barringtonia. Zone Ipomea pescaprae biasanya didominasi oleh Ipomea pescaprae dan Spinifex littoreus (rumput angin). Sedangkan zone Barringtonia sering terdapat jenis-jenis pohon Barringtonia asiatica, Pongamia pinnata Merr, Cordia subcordata L, Calophyllum inophyllum L, Terminalia cattapa L, dll.

zone ipomea pescaprae tidak terkena abrasi pantai

Zone Ipomea pescaprae

Untuk terjadinya abrasi pantai perlu dilakukan penanaman mangrove dan pohon-pohon pada hutan pantai serta memelihara pohon-pohon tersebut dari gangguan manusia.

Hutan Mangrove Mencegah Abrasi Pantai
Hutan Mangrove

Manusia mengambil kayu dari hutan mangrove dan hutan pantai untuk kehidupan sehari-hari, apabila pengambilan kayu dilakukan secara terus-menerus maka pohon-pohon di pesisir pantai akan berkurang. Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai memperbesar peluang terjadinya abrasi.

abrasi pantai
Hutan Pantai

Artikel Terkait :

ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer