EVALUASI LAHAN


Evaluasi Lahan adalah proses pengukuran, pencatatan dan pengumpulan keterangan mengenai suatu areal tanah untuk mengevaluasi kegunaannya.

Evaluasi lahan umumnya merupakan kegiatan lanjutan dari survei dan pemetaan tanah atau sumber daya lahan lainnya, melalui pendekatan interpretasi data tanah serta fisik lingkungan untuk suatu tujuan penggunaan tertentu. Sejalan dengan dibedakannya macam dan tingkat pemetaan tanah, maka dalam evaluasi lahan juga dibedakan menurut ketersediaan data hasil survei dan pemetaan tanah atau survei sumber daya lahan lainnya, sesuai dengan tingkat dan skala pemetaannya.


1. Pendekatan

Dalam evaluasi lahan ada 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh mulai dari tahap konsultasi awal (initial consultation) sampai kepada klasifikasi kesesuaian lahan (FAO, 1976). Kedua pendekatan itu adalah: 1) pendekatan dua tahapan (two stage approach); dan 2) pendekatan paralel (parallel approach).

1.1. Pendekatan dua tahapan

Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara fisik, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan dalam inventarisasi sumber daya lahan baik untuk tujuan perencanaan makro, maupun untuk studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976).
Klasifikasi kesesuaian tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan yang telah diseleksi sejak awal kegiatan survei, seperti untuk tegalan (arable land) atau sawah dan perkebunan. Konstribusi dari analisis sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek jenis penggunaan lahan yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang kemudian dijadikan subjek pada tahap kedua untuk segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya.

1.2. Pendekatan paralel

Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel), atau dengan kata lain analisis ekonomi dan sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Cara seperti ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan dapat memberi hasil yang lebih pasti dalam waktu yang singkat.


2. Penyiapan Data

Untuk melakukan evaluasi lahan baik dengan menggunakan pendekatan dua tahapan maupun pendekatan paralel perlu didahului dengan konsultasi awal. Konsultasi awal ini untuk menentukan tujuan dari evaluasi yang akan dilakukan, data apa yang diperlukan dan asumsi-asumsinya yang akan dipergunakan sebagai dasar dalam penilaian. Evaluasi lahan yang akan dilakukan tergantung dari tujuannya yang harus didukung oleh ketersediaan data dan informasi sumber daya lahan.

Urutan kegiatan dalam melaksanakan evaluasi lahan dapat dilihat pada Gambar 1.
Pelaksanaan Evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: tingkat tinjau skala 1:250.000 atau lebih kecil; semi detil skala 1:25.000 sampai 50.000; dan detil skala 10.000 sampai 25.000 atau lebih besar. Jenis, jumlah, dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga tingkat pemetaan tersebut bervariasi, sehingga penyajian hasil evaluasi lahan ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat tinjau dinyatakan dalam ordo, tingkat semi detil dalam kelas/subkelas, dan pada tingkat detil dinyatakan dalam subkelas/subunit. Petunjuk Teknis ini disarankan dipakai terutama untuk tingkat pemetaan semi detil.

Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi.

Pada proses matching hukum minimum dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditetapkan dalam keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) atau keadaan potensial (kesesuaian lahan potensial). Keadaan potensial dicapai setelah dilaksanakan usaha-usaha perbaikan terhadap masing-masing faktor pembatas untuk mencapai keadaan potensial.

EROSI DAN ERODIBILITAS TANAH


Erosi adalah suatu proses hilangnya lapisan atas tanah (soil) yang memiliki unsur hara bagi keperluan pertumbuhan dan kesuburan tanaman dan umumnya disebabkan karena pergerakan air.

Erodibilitas Tanah adalah tingkat kepekaan suatu jenis tanah terhadap erosi. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas) tanah didefinisikan oleh Hudson (1978) sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Secara lebih spesifik, Young et al. dalam veiche (2002) mendefinisikan erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan atau oleh kekuatan aliran permukaan. Sementara Wischmeier dan Mannering (1969) menyatakan bahwa erodibilitas alami tanah merupakan sifat kompleks yang tergantung pada laju infiltrasi tanah dan kapasitas tanah untuk bertahan terhadap penghancuran agregat (detachment) serta pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan.

Di negara-negara tropis seperti Indonesia, kekuatan jatuh air hujan dan kemampuan alran permukaan merupakan penghancur utama agregat tanah. Agregrat tanah yang sudah hancur kemudian diangkut oleh aliran permukaan mengikuti gaya gravitasi sampai kesuatu tempat dimana pengendapan terjadi. Keseluruhan proses tersebut mulai dari penghancuran agregat, pengangkutan partikel-partikel tanah, dan pengendapan partikel tanah disebut sebagai erosi tanah.

Di alam dikenal tiga bentuk erosi, yaitu :
  1. erosi lembar (sheet / interill erosion)
  2. erosi alur (rill erosion)
  3. erosi parit (gully erosion)

Erosi lembar merupakan pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah. Kekuatan jatuh butir-butir hujan di permukaan tanah merupakan penyebab utama terjadi erosi ini. Erosi alur terjadi jika air terkonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu di permukaan tanah,sehingga proses penggerusan banyak terjadi pada tempat tersebut yang kemudian membentuk alur-alur. Alur-alur tersebut akan hilang pada saat dilakukan pengolahan tanah atau penyiangan. Erosi parit terjadi hampir sama dengan erosi alur. Aliran permukaan dengan volume yang lebih besar terkonsentrasi pada satu cekungan sehingga menyebabkan kemampuannya untuk menggerus menjadi sangat besar sehingga mampu membentuk parit yang dalam dan lebar yang tidak dapat dihilangkan hanya dengan pengolahan tanah biasa. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa erosi lembar merupakan bentuk erosi yang menyumbang sedimen paling besar dibandingkan dengan bentuk erosi lainnya (Bradford et al., 1987). Hal ini dimungkinkan karena erosi lembar terjadi pada areal yang relatif luas, sedangkan erosi alur atau parit hanya terjadi pada tempat-tempat tertentu dimana aliran air terkonsentrasi.



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah

Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi / litologi, mineralogi dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah (Veiche, 2002). Poesen (1983) menyatakan bahwa erodibilitas bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun ditentukan pula oleh faktor-faktor erosi lainnya yakni erosivitas, topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Suatu tanah yang memiliki erodibilitas rendah mungkin akan mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat pada lereng yang curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas yang tinggi. Sebaliknya tanah yang memiliki erodibilitas tinggi, kemungkinan akan memperlihatkan gejala erosi ringan atau bahkan tidak sama sekali bila terdapat pada pada lereng yang landai, dengan penutupan vegetasi baik, dan curah hujan dengan intensitas rendah. Hudson (1978) juga menyatakan bahwa selain fisik tanah, faktor pengelolaan / perlakuan terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari faktor pengolalaan tanah terhadap sifat-sifat tanah. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Rachman et al. (2003), bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, ketahanan tanah (shear strength), dan resistensi / daya tahan tanah terhadap daya hancur curah hujan (splash detachment).
Meskipun erodibilitas tanah tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun untuk membuat konsep erodibilitas tanah menjadi tidak terlalu kompleks, maka beberapa peneliti menggambarkan erodibilitas tanah sebagai pernyataan keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari faktor penyebab erosi lainnya (Arsyad, 2000).

Pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah :
  1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air.
  2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman tanah dan tingkat kesuburan tanah (Morgan, 1979 ; Arsyad, 2000). Secara umum tanah dan kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik rendah adalah yang paling mudah tererosi (Wischmeier dan Mannering, 1969). Jenis mineral liat, kandungan besi dan aluminium oksida, serta ikatan elektro-kimia di dalam tanah juga merupakan sifat tanah yang berpengaruh terhadap erodibilitas tanah (Wischmeier dan Mannering, 1969 ; Liebenow et al., 1990).


Pengukuran Erodibilitas Tanah

Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengelolaan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikian, veiche (2002) menyatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana, karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah.
Wishmeier dan Smith (1978) telah mengembangkan konsep erodibilitas tanah yang cukup populer, dalam hal ini faktor erodibilitas tanah didefinisikan sebagai besarnya erosi persatuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam keadaan standar, yakni terus menerus diberakan (fallow) terletak pada lereng sepanjang 22 m, berlereng 9 % dengan bentuk lereng seragam.

Artikel Terkait :
  1. Evaluasi Lahan
  2. Pengertian Laju Erosi
  3. Debit Aliran Air Sungai
  4. Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu
  5. Definisi dan Pengertian Tanah
  6. Profil Tanah
  7. Manfaat Tanah
  8. Pengertian Tekstur Tanah
  9. Struktur Tanah
  10. Proses Pembentukan Tanah
  11. Klasifikasi Jenis Tanah
  12. Pencemaran Tanah
  13. Unsur Hara Nitrogen (N)
  14. Unsur Hara Fosfor (P)
  15. Unsur Hara Kalium (K)
  16. Bahan Organik Tanah
  17. Kemasaman Tanah (pH Tanah)
  18. Lengas Tanah
  19. Tekstur dan Struktur Tanah
  20. Jenis Tanah
  21. Pemupukan Tanaman
  22. Perbaikan Kesuburan Tanah dengan Sistem Agroforestri


PENGERTIAN DAN DEFINISI LAJU EROSI


Laju Erosi adalah ketebalan pengikisan tanah yang terjadi dalam satuan waktu tertentu.

Teknologi pengukuran laju erosi skala DAS mikro merupakan inovasi teknologi untuk mengkuantifikasi laju erosi, yang lebih akurat dibanding pengukuran pada petak kecil. Teknik ini menggunakan bak penampung sedimen (sediment trap), yang dilengkapi dengan V-notch weir, automatic water level recorder (AWLR), dan pengukur tinggi muka air manual (staff gauge), yang dapat mengukur aliran permukaan. Bak penampung sedimen dibangun pada titik pengeluaran (outlet) di sub-DAS, atau sub-sub DAS dengan dimensi yang bervariasi tergantung luas DAS mikro.

Erosi akan menyebabkan terjadinya pendangkalan waduk, penurunan kapasitas saluran irigasi, dan dapat mengganggu sistem pembangkit tenaga listrik. Erosi yang tinggi, banjir pada musim penghujan tidak hanya menimbulkan dampak negatif pada aspek bio-fisik sumberdaya alam dan lingkungan tetapi juga berdampak pada aspek sosial ekonomi masyarakat. Erosi dan banjir dapat menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam. Produksi pertanian, perikanan dan penggunaan sumberdaya alam yang berkaitan dengan air akan menurun.

Upaya pencegahan banjir dan sedimentasi dapat dilakukan dengan perbaikan pola penggunaan lahan dan melakukan usaha konservasi tanah dan air. Upaya ini umumnya masih dilakukan parsial terutama karena aktivitas ini masih dihitung sebagai biaya sosial dan bukan sebagai aktivitas ekonomi yang menguntungkan. Untuk itu perlu dikembangkan evaluasi pola penggunaan lahan yang dapat mengurangi erosi, banjir tetapi secara ekonomi menguntungkan. Evaluasi ini harus juga mengukur nilai ekonomi dari manfaat atau kerugian lingkungan yang terjadi baik langsung maupun tidak langsung.

Artikel Terkait :
  1. Evaluasi Lahan
  2. Erosi dan Erodibilitas Tanah
  3. Pengertian Laju Erosi
  4. Debit Aliran Air Sungai
  5. Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu
  6. Definisi dan Pengertian Tanah
  7. Profil Tanah
  8. Manfaat Tanah
  9. Pengertian Tekstur Tanah
  10. Struktur Tanah
  11. Proses Pembentukan Tanah
  12. Klasifikasi Jenis Tanah
  13. Pencemaran Tanah
  14. Unsur Hara Nitrogen (N)
  15. Unsur Hara Fosfor (P)
  16. Unsur Hara Kalium (K)
  17. Bahan Organik Tanah
  18. Kemasaman Tanah (pH Tanah)
  19. Lengas Tanah
  20. Tekstur dan Struktur Tanah
  21. Jenis Tanah
  22. Pemupukan Tanaman
  23. Perbaikan Kesuburan Tanah dengan Sistem Agroforestri



DEBIT ALIRAN AIR SUNGAI


Debit Aliran Sungai adalah volume air sungai yang mengalir dalam satuan waktu tertentu.


Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).

Sungai dari satu atau beberapa aliran sumber air yang berada di ketinggian,umpamanya disebuah puncak bukit atau gunung yg tinggi, dimana air hujan sangat banyak jatuh di daerah itu, kemudian terkumpul dibagian yang cekung, lama kelamaan dikarenakan sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir keluar melalui bagian bibir cekungan yang paling mudah tergerus air.

Selanjutnya air itu akan mengalir di atas permukaan tanah yang paling rendah, mungkin mula mula merata, namun karena ada bagian- bagian dipermukaan tanah yg tidak begitu keras, maka mudahlah terkikis, sehingga menjadi alur alur yang tercipta makin hari makin panjang, seiring dengan makin deras dan makin seringnya air mengalir di alur itu.

Semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan berbelok, atau bercabang, apabila air yang mengalir disitu terhalang oleh batu sebesar alur itu, atau batu yang banyak, demikian juga dgn sungai di bawah permukaan tanah, terjadi dari air yang mengalir dari atas, kemudian menemukan bagian-bagan yang dapat di tembus ke bawah permukaan tanah dan mengalir ke arah dataran rendah yg rendah.lama kelamaan sungai itu akan semakin lebar.

Artikel Terkait :

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BAGIAN HULU /UPPER WATERSHED


Daerah Aliran Sungai (DAS) Bagian Hulu / Upper Watershed adalah bagian hulu dari suatu DAS yang mempunyai fungsi perlindungan terhadap DAS bagian hilir (lower watershed), dengan topografi yang lebih berat dan seluruh arah aliran sungainya menuju ke sungai utamanya.

Pembagian Daerah Aliran Sungai berdasarkan fungsi Hulu, Tengah dan Hilir yaitu:
  1. bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.
  2. bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
  3. bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
Artikel Terkait :

DAM ATAU BENDUNGAN


Dam atau Bendungan adalah penghalang yang dibangun melintang pada aliran sungai, untuk tujuan menampung genangan air.

Sebuah bendungan dibangun di lembah bergantung pada topografi alami untuk menyediakan sebagian besar cekungan. Bendungan biasanya terletak pada bagian yang sempit dari hilir lembah alami. Sisi lembah bertindak sebagai dinding alami dengan bendungan yang terletak pada titik tersempit praktis untuk memberikan kekuatan dan biaya terendah konstruksi praktis.

Pembangunan bendungan di lembah biasanya akan memerlukan pengalihan aliran sungai selama pembanguanan dilakukan, seringkali melalui saluran sementara atau by-pass channel.

Artikel Terkait :

DANAU


Danau adalah cekungan lereng yang terjadi karena peristiwa alam yang menjadi penampungan dan penyimpanan air yang berasal dari hujan, mata air atau air sungai.

Danau berisi sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai, atau karena adanya mata air. Biasanya danau dapat dipakai sebagai sarana rekreasi, dan olahraga. Kebanyakan danau adalah air tawar dan juga banyak berada di belahan bumi utara pada ketinggian yang lebih atas. Sebuah danau periglasial adalah danau yang di salah satunya terbentuk lapisan es, "ice cap" atau gletser, es ini menutupi aliran air keluar danau.

Istilah danau juga digunakan untuk menggambarkan fenomena seperti Danau Eyre, di mana danau ini kering di banyak waktu dan hanya terisi pada saat musim hujan. Banyak danau adalah buatan dan sengaja dibangun untuk penyediaan tenaga listrik-hidro, rekreasi (berenang, selancar angin, dll), persediaan air, dll. Finlandia dikenal sebagai "Tanah Seribu Danau" dan Minnesota dikenal sebagai "Tanah Sepuluh Ribu Danau". Great Lakes di Amerika Utara juga memiliki asal dari zaman es. Sekitar 60% danau dunia terletak di Kanada; ini dikarenakan sistem pengaliran kacau yang mendominasi negara ini. Di bulan ada wilayah gelap berbasal, mirip mare bulan tetapi lebih kecil, yang disebut lacus (dari bahasa Latin yang berarti "danau"). Mereka diperkirakan oleh para astronom sebagai danau. Berdasarkan proses terjadinya, danau dibedakan :

  1. danau tektonik yaitu danau yang terbentuk akibat penurunan muka bumi karena pergeseran / patahan
  2. danau vulkanik yaitu danau yang terbentuk akibat aktivitas vulkanisme / gunung berapi
  3. danau tektovulkanik yaitu danau yang terbentuk akibat percampuran aktivitas tektonisme dan vulkanisme
  4. danau bendungan alami yaitu danau yang terbentuk akibat lembah sungai terbendung oleh aliran lava saat erupsi terjadi
  5. danau karst yaitu danau yang terbentuk akibat pelarutan tanah kapur
  6. danau glasial yaitu danau yang terbentuk akibat mencairnya es / keringnya daerah es yang kemudian terisi air
  7. danau buatan yaitu danau yang terbentuk akibat aktivitas manusia.


Artikel Terkait :

DAERAH KAWASAN PENYANGGA


Daerah Penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan suaka alam baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak, yang diperlukan maupun menjaga ketentuan kawasan suaka alam.

Daerah penyangga berperan sangat penting bagi kelestarian suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagai buffer dalam mengurangi tekanan penduduk terhadap kawasan pada daerah atau desa sekitar kawasan yang berinteraksi tinggi dengan memadukan kepentingan konservasi dan perekonomian masyarakat sekitarnya.

Fungsi daerah penyangga ini dapat diwujudkan secara optimal dengan pengelolaan pemanfaatan jasa lingkungan, nilai ekonomi dan konservasi lahan masyarakat, melalui rehabilitasi lahan kritis dalam sistem hutan kemasyarakatan, hutan rakyat atau agroforestry. Model pengembangan dan pengelolaannya didasarkan pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat sekitar kawasan dalam bentuk pembagian daerah penyangga ke dalam zonasi.

Zonasi tersebut terbagi tiga, yaitu jalur hijau, jalur interaksi dan jalur kawasan budidaya. Komposisi jenis tumbuhan yang dikembangkan di masing-masing jalur disesuaikan dengan jarak dari batas kawasan, zonasi, dan luas lahan agar tidak berdampak pada kawasan. Pengembangan tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, obatobatan dan perkayuan dalam sistem agroforestry mempunyai nilai ekonomis dan ekologis secara terpadu untuk melestarikan sumber genetika tanaman dan satwa liar serta konservasi lahan dan air.

Artikel Terkait :


POLA PENGALIRAN DAN PENYIMPANAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI

http://khazanaharham.files.wordpress.com/2007/12/watershed_800.jpg

Pola pengaliran dan penyimpanan air dalam DAS sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanah, bahan induk (geologi), morfometri DAS dan penggunaan lahan. Karakteristik ini menentukan banyaknya air hujan yang dialirkan atau tertahan, kecepatan aliran, dan waktu tempuh air dari tempat terjauh sampai dengan outlet (waktu konsentrasi) yang berpengaruh pada kejadian banjir,baik banjir yang berbentuk genangan (inundasi) maupun banjir bandang pada DAS tersebut.

1. Tanah

Tanah merupakan bahan hasil pelapukan batuan. Karakteristik tanah dan sebaran jenisnya dalam DAS sangat menentukan besarnya infiltrasi limpasan permukaan ('overland flow') dan aliran bawah permukaan ('subsurfaceflow'). Karakteristik tanah yang penting untuk diketahui antara lain berat isi,tekstur, kedalaman, dan pelapisan tanah (horison).

a. Berat isi tanah (BI)

Berat isi tanah merupakan ukuran masa per volume tanah (gr/cm ), termasukdi dalamnya volume pori-pori tanah. Berat isi tanah bersama dengan tekstur dan bahan organik tanah menentukan besarnya infiltrasi. Semakin tinggi nilai BI, tanah tersebut semakin padat yang berarti semakin sulit meneruskan air.

Berat isi tanah dapat dikategorikan sebagai berikut:
  • Rendah: < 0.9
  • Sedang: 0.9-1.1
  • Tinggi: > 1.1

b. Tekstur tanah

Tekstur merupakan perbandingan komposisi (%) butir-butir penyusun tanahyang terdiri dari fraksi pasir (50μm - 2mm), debu (50 m - 2 m), dan liat (< 2μm). Semakin halus tekstur tanah, semakin tinggi kapasitas infiltrasinya.
Kelas tekstur tanah dikategorikan menjadi:
  • Sangat halus (sh): liat
  • Halus (h): liat berpasir, liat, liat berdebu
  • Agak halus (ah): lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu
  • Sedang (s): lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
  • Agak kasar (ak): lempung berpasir
  • Kasar (k): pasir, pasir berlempung

c. Kedalaman tanah

Kedalaman tanah atau solum (cm) merupakan ukuran ketebalan lapisan tanah dari permukaan sampai atas lapisan bahan induk tanah. Pada profil tanah solum tersebut mencakup horison A dan B. Ketebalan solum mempengaruhi kapasitas penyimpanan air, yang secara umum dapat
dibedakan menjadi:
Bentukan tanah ini merupakan cerminan perkembangan tanah yang dipengaruhi oleh kondisi iklim, topografi, bahan induk, vegetasi, organismedan waktu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melihat penampangtanah adalah kedalaman horizon, baik pada horison atas maupun horisonbawah, keberadaan lapisan kedap air, dan permeabilitasnya. Pada jenis tanah tertentu terdapat hambatan perkembangan yang ditandai dengan adanyahorison kedap air. Horison ini dapat menyebabkan proses infiltrasiterhambat.



2. Bahan induk tanah (geologi)

Tipe bahan induk secara umum akan mempengaruhi bentuk hidrograf aliran, dimana DAS dengan jenis batuan yang kedap air seperti batu lempung ('shale') atau granit, akan menghasilkan hidrograf aliran dengan debit puncak yang tinggi dan waktu konsetrasi yang relatif singkat. Sebaliknya DAS denganjenis batuan porus seperti batu kapur atau gamping akan menghasilkanhidrograf aliran yang lebih landai dengan debit puncak yang rendah dan waktu konsentrasi yang relatif lebih lama.

3. Penutupan lahan

Vegetasi penutup lahan memegang peranan penting dalam proses intersepsi hujan yang jatuh dan transpirasi air yang terabsorpsi oleh akar. Lahan denganpenutupan yang baik memiliki kemampuan meredam energi kinetis hujan, sehingga memperkecil terjadinya erosi percik ('splash erosion'), memperkecil koefisien aliran sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan,khususnya pada lahan dengan solum tebal ('sponge effect'). Beberapa kelas
penggunaan lahan yang perlu diidentifikasi dalam melakukan analisis masalah hidrologi adalah:
  • Persentase tanaman pertanian
  • Persentase rumput dan padang penggembalaan
  • Persentase hutan
  • Persentase pemukiman dan jalan kedap air
  • Persentase padang rumput dan pohon yang tersebar
  • Persentase lahan kosong
  • Persentase rawa dan waduk

4. Morfometri DAS

Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait denganproses pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parametertersebut adalah luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, polaaliran, dan gradien kecuraman sungai.

a. Luas DAS

DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut padapeta topografi.

b. Bentuk DAS

Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yangdiperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Bentuk DAS secara kuantitatif dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai nisbah memanjang ('elongation ratio'/Re) dan kebulatan ('circularity ratio'/Rc).

c. Jaringan sungai

Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif dari nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungaitersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadijuga semakin besar.

Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya. Orde sungai dapatditetapkan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidegger. Namun pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk diterapkan dibandingkan dengan metode yang lainnya. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2), demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomororde yang paling besar.





d. Kerapatan aliran sungai

Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapattertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu
angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS.

e. Pola aliran

Pola aliran sungai secara tidak langsung menunjukan karakteristik material bahan induk seperti permeabilitas, struktur geologi dan kemudahannya mengalami erosi. Pola aliran sungai sejajar (parallel) pada umumnya dijumpai pada DAS yang berada pada daerah dengan struktur patahan. Pola alirandalam DAS dapat digolongkan menjadi:

  • Dendritrik
  • Radial
  • Rektangular
  • Trellis
  • Kombinasi denditrik dan trellis

f. Gradien sungai

Gradien sungai merupakan perbandingan antara beda elevasi dengan panjang sungai utama. Gradien menunjukkan tingkat kecuraman sungai, semakin besar kecuraman, semakin tinggi kecepatan aliran airnya.

Artikel Terkait :


FUNGSI DAERAH ALIRAN SUNGAI


Daerah Aliran Sungai sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya ke laut atau ke danau maka fungsi hidrologisnya sangat dipengaruhi jumlah curah hujan yang diterima, geologi yang mendasari dan bentuk lahan.

Fungsi hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk:
  1. mengalirkan air;
  2. menyangga kejadian puncak hujan;
  3. melepas air secara bertahap;
  4. memelihara kualitas air dan
  5. mengurangi pembuangan massa (seperti tanah longsor)

Memahami hubungan antara penggunaan lahan dan aliran air ke daerah hilir memiliki arti yang sangat penting karena permintaan air bagi produksi pertanian, industri dan kebutuhan domestik terus meningkat, sementara suplai tetap. Dalam banyak kasus, kekhawatiran akan dampak penggundulan hutan pada kualitas, kuantitas dan keteraturan aliran air dari hulu, merupakan dasar diterapkannya aturan penggunaan lahan. Suatu aturan penggunaan lahan seringkali mengakibatkan makin terbatasnya kesempatan masyarakat hulu untuk hidup sesuai dengan cara yang mereka inginkan atau anggap cocok.

Keprihatinan atas hilangnya hutan tropis pada hakikatnya merupakan kekhawatiran atas hilangnya 'nilai intrinsik' hutan dan fungsi jasa lingkungan. Penggunaan lahan di daerah hulu, seperti untuk kawasan hutan, pertanian, dan agroforestri, merupakan bagian penting dari fungsi jasa lingkungan. Masyarakat memperoleh pendapatan (subsisten atau manfaat langsung) dari apa yang mereka panen, tanam, dan ambil dari lanskap daerah hulu. Sayangnya, mereka tidak memperoleh hasil apapun dari usaha memelihara agar lanskap selalu dapat menghasilkan fungsi jasa lingkungan bagi para pengguna di luar kawasan dan di daerah hilir. Dengan demikian, pemeliharaan dan peningkatan fungsi jasa lingkungan masih dianggap sekedar eksternalitas dari keputusan pengelolaan lahan yang diambil.

Sumber : Pendekatan Terpadu dalam Menilai Fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) Oleh Farida, Kevin Jeanes, Dian Kurniasari,Atiek Widayati,Andree Ekadinata, Danan Prasetyo Hadi, Laxman Joshi, Desi Suyamto dan Meine van Noordwijk

Artikel Terkait :


DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)




Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.

Menurut Dictionary of Scientific and Technical Term (Lapedes et al ., 1974), DAS (Watershed) diartikan sebagai suatu kawasan yang mengalirkan air kesatu sungai utama.

Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”. Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and subsurface water for crop production, and a watershed is also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each other’s interests”.

Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. Selanjutnya >>>

Artikel Terkait :

ANALISIS DATA CITRA PENGINDERAAN JAUH

Setelah data dikumpulkan dan dikirimkan ke stasiun penerima, data tersebut harus diproses dan diubah ke dalam format yang bisa diinterpretasikan oleh peneliti. Untuk itu data harus diproses, ditajamkan dan dimanipulasi. Teknik-teknik tersebut disebut pengolah citra.


1. Mengubah data menjadi citra


Data citra satelit dikirim ke stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Unit terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner 0 atau 1. kumpulan dari data sejumlah 8 bit data adalah adalah sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai 0 – 255. Dalam hal citra digital level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan byte ini dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan disebut citra digital 8-bit.


2. Karakteristik Citra
  • Pixel

Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra satelit. Angka numerik (1 byte) dari pixel disebut digital number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (gray scale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra.
Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk gray scale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang bervariasi. Untuk Penginderaan Jauh, skala yang dipakai adalah 255 shade gray scale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Dua gambar di bawah ini menunjukkan derajat keabuan dan hubungan antara DN dan derajat keabuan yang menyusun sebuah citra.

Gambar. Hubungan DN dengan derajat keabuan


Untuk citra multispecral, masing-masing pixel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh untuk Landsat 7, masing-masing pixel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus yang disebut color composite.

  • Contrast

Contrast adalah perbedaan antara brightness relatif antara sebuah benda dengan sekelilingnya pada citra. Sebuah citra tertentu mudah terdeteksi apabila pada sebuah citra contrast antara bentuk tersebut dengan backgroundnya tinggi. Teknik pengolahan citra bisa dipakai untuk mempertajam contrast. Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis).
Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi geografi tertentu, ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data. Data dari dua citra atau lebih pada lokasi yang sama bisa dikombinasikan secara matematis untuk membuat composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived product, bisa dihasilkan dengan beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN).

  • Resolusi

Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan yang dimiliki oleh sebuah citra. Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah pixel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra. Pada citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai resolusi 1 km, masing-masing pixel mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran 1 km x 1 km. Bentuk yang lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km. landsat 7 menghasilkan citra dengan resolusi 30 m, sehingga jauh lebih banyak detail yang bisa dilihat dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. resolusi adalah hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan terutama dalam hal aplikasi, waktu, biaya, ketersediaan citra dan fasilitas komputasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra dalam hal hambatan-hambatan untuk melakukan interpretasi dan klasifikasi yang diperlukan. Beberapa faktor penting, terutama untuk aplikasi kehutanan adalah :

    1. Tutupan awan. Terutama untuk sensor pasif, awan bisa menutupi bentuk-bentuk yang berada di bawah atau di dekatnya, sehingga interpretasi tidak dimungkinkan. Masalah ini sangat sering dijumpai di daerah tropis, dan mungkin diatasi dengan mengkombinasikan citra dari sensor pasif (misalnya landsat) dengan citra dari sensor aktif (misalnya Radarsat) untuk keduanya saling melengkapi.
    2. Bayangan topografis. Metode pengkoreksian yang ada untuk menghilangkan pengaruh topografi pada radiometri belum terlalu maju perkembangannya.
    3. Pengaruh atmosferik. Pengaruh atmosferik, terutama ozon, uap air dan aerosol sangat mengganggu pada band nampak dan infrared. Penelitian akademis untuk mengatasi hal ini masih aktif dilakukan.
    4. Derajat kedetailan dari peta tutupan lahan yang ingin dihasilkan. Semakin detail peta yang ingin dihasilkan, semakin rendah akurasi dari klasifikasi. Hal ini salah satunya bisa diperbaiki dengan adalanya resolusi spectral dan spasial dari citra komersial yang tersedia. Setelah citra dipilih dan diperoleh, langkah-langkah pemrosesan tidak terlalu tergantung sistem sensor dan juga software pengolahan citra yang dipakai. Berikut ini akan disampaikan dengan singkat beberapa langkah yang umum dilakukan, akan tetapi detail dari teknik dan keterampilan menggunakan hanya bisa diperoleh dengan praktek langsung dngan menggunakan citra dan software pengolahan citra tertentu.

Langkah-langkah dalam pengolahan citra :

  1. Mengukur kualitas data dengan statistik deskriptif atau dengan tampilan citra.
  2. Mengoreksi kesalahan, baik radiometrik (atmosferik dan sensor) maupun geometrik.
  3. Menajamkan citra baik untuk analisa digital maupun visual
  4. Melakukan survei lapangan
  5. Mengambil sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran akurasi dari hasil klasifikasi.
  6. Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data.
  7. Menginterpretasikan hasil.


Mengamati citra pada layar adalah proses yang paling efektif dalam mengidentifikasi masalah yang ada pada citra, misalnya tutupan awan, kabut, dan kesalahan sensor. Citra bisa ditampilkan oleh sebuah komputer, baik per satu band dalam hitam dan putih maupun dalam kombinasi tiga band, yang disebut komposit warna. Mata manusia hanya bisa membedakan 16 derajat keabuan dalam sebuah citra, tetapi bisa membedakan berjuta-juta warna yang berbeda. Oleh karena itu, teknik perbaikan/enhancement citra yang paling sering digunakan adalah memberi warna tertentu kepada nilai DN tertentu (atau kisaran dari DN tertentu) sehingga meningkatkan kontras antara nilai DN tertentu dengan pixel di sekelilingnya pada suatu citra.

Sebuah citra true color adalah citra dimana warna yang diberikan kepada nilai-nilai DN mewakili kisaran spektral sebenarnya dari warna-warna yang digunakan pada citra. False color adalah teknik teknik dimana warna-warna yang diberikan kepada DN tidak sama dengan kisaran spektral dari warna-warna yang dipilih. Teknik ini memungkinkan kita untuk memberi penekanan pada bentuk-bentuk tertentu yang ingin kita pelajari menggunakan skema pewarnaan tertentu.

Kalau kita buat plot antara DN dan derajat keabuan untuk setiap pixel, garis yang terbentuk menggambarkan bentuk hubungan antara keduanya. Hubungan linier menunjukkan bahwa DN dan juga keabuan tersebar merata dalam kisaran nilai 0 – 255 pada citra.

Gambar. Digital Number

Permasalah dengan hubungan linier seperti ini adalah bahwa nilai DN dari bentuk-bentuk yang ingin kita tonjolkan mungkin terkonsentrasi pada kisaran kecil, sehingga derajat keabuan yang diberikan kepada nilai DN di luar daerah yang ingin kita tonjolkan sebenarnya tidak terpakai. Untuk memperbaiki kontras dari bagian citra yang kita inginkan kita bisa memakai kurva perbaikan yanag didefinisikan secara matematis. Kurva ini akan menyebarkan ulang nilai derajat keabuan yang paling sering sehingga menonjolkan kisaran DN tertentu.

Gambar. Kurva derajat keabuan

Pemakaian kurva untuk menonjolkan bentuk tertentu dan juga pemilihan 3 band dari sebuah citra multispektral untuk dikombinasikan dalam sebuah citra komposit memerlukan pengalaman dan trial and error, karena setiap aplikasi perlu menekankan bentuk yang berbeda dalam sebuah citra.

Sebelum sebuah citra bisa dianalisa, biasanya diperlukan beberapa langkah pemrosesan awal. Koreksi radiometrik adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan dihilangkan. Data tambahan yang dikumpulkan pada waktu yang bersamaan dengan diambilnya citra bisa dipakai sebagai alat kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometrik. Selain itu koreksi geometrik juga sangat penting dalam langkah awal pemrosesan. Metode ini mengoreksi kesalahan yang disebabkan oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit. Koreksi geometri adalah proses dimana titik-titik pada citra diletakkan pada titik-titik yang sama pada peta atau citra lain yang sudah dikoreksi. Tujuan dari koreksi geometri adalah untuk meletakkan elemen citra pada posisi planimetrik (x dan y) yang seharusnya.

Satu langkah pemrosesan penting yang paling sering dilakukan pada pengolahan citra adalah klasifikasi, dimana sekumpulan pixel dikelompokkan menjadi kelas-kelas berdasarkan karakteristik tertentu dari masing-masing kelas. Terutama untuk proses klasifikasi, survei lapangan sangat diperlukan. Pada umumnya hasil klasifikasi inilah yang akan menjadi input yang sangat berharga bagi SIG untuk diolah dan diinterpretasikan bersama layer-layer data yang lain.


3. Klasifikasi Visual Citra

Klasfikasi/Interpretasi citra bertujuan untuk pengelompokkan atau membuat segmentasi mengenai kenampakan-kenampakan yang homogen. Klasifikasi yang akan dijelaskan dibawah ini adalah klasifikasi visual, dimana pengenalan penutup/penggunaan lahan sampai pada tahap fungsi dari lahan tersebut (misal, sawah, ladang/tegalan, kebun campur, hutan, dll) yang kemudian dilakukan pendeleniasian (pemberian batas antara penutup/penggunaan lahan yang berbeda) langsung pada monitor komputer (digitation on screen).

Untuk dapat melakukan interpretasi, penafsir memerlukan unsur-unsur pengenal pada obyek atau gejala yang terekam pada citra. Unsur-unsur pengenal ini secara individual maupun secara kolektif mampu membimbing penafsir ke arah pengenalan yang benar. Unsur-unsur ini disebut unsur-unsur interpretasi, dan bayangan, tekstur, pola, situs, dan asosiasi.

Rona (tone) mengacu pada kecerahan relatif obyek pada citra. Rona biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan meliputi 8 (delapan) hal, yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, (grey scale), misalnya hitam/sangat gelap, agak gelap, cerah, sangat cerah/putih. Apabila citra yang digunakan itu berwarna, maka unsur interpretasi yang digunakan ialah warna (color), meskipun penyebutannya masih terkombinasi dengan rona, misalnya merah, hijau, coklat kekuningan, biru kehijauan agak gelap, dan sebagainya.

Bentuk (shape) sebagai unsur interpretasi mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi, atau garis besar wujud obyek secara individual. Bentuk beberapa obyek kadang-kadang begitu berbeda daripada yang lain, sehingga obyek tersebut dapat dikenali semata-mata dari unsur bentuknya saja.

Ukuran (size) obyek pada foto harus dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek.

Pola (pattern) terkait dengan susunan keruangan obyek. Pola biasanya terkait pula dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, tidak teratur, kurang teratur, kadang-kadang pula perlu digunakan istilah yang lebih ekspresif, misalnya melingkar, memanjang terputus-putus, konsentris dan sebagainya.

Bayangan (shadow) sangat penting bagi penafsir karena, dapat memberikan dua macam efek yang berlawanan. Pertama bayangan mampu menegaskan bentuk obyek pada citra, karena outline obyek menjadi lebih tajam/jelas, begitu pula kesan ketinggiannnya. Kedua bayangan justru kurang memberikan pantulan obyek ke sensor, sehingga obyek yang teramati menjadi tidak jelas.

Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar obyek. Tekstur dapat dihasilkan oleh agregasi /pengelompokan satuan kenampakan pohon dan bayangannya, gerombolan satwa liar di bebatuan yang terserak diatas permukaaan tanah. Kesan tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra yang digunakan.

Situs (site) atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali, dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji. Obyek dengan rona cerah, berbentuk silinder, ada bayangannya, dan tersusun dalam pola yang teratur dapat dikenali sebagai kilang minyak, apabila terletak didekat perairan pantai.

Asosiasi (assosiation) merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain, yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji.

Perlu diperhatikan bahwa dalam mengenali obyek, tidak semua unsur perlu digunakan secara bersama-sama. Ada beberapa jenis fenomena atau obyek yang langsung dapat dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja. Ada pula yang membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. Ada kecenderungan pengenalan obyek penutup/penggunaan lahan pada citra membutuhkan lebih banyak unsur interpretasi seperti pada diskripsi.

Berdasarkan Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Direktorat Inventarisasi dan PemantauanSumber daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan di Jakarta pada tahun 2010 kelas penutupan lahan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. Kelas Penutupan Lahan


Kelas

Simbol /Kode

Keterangan

1

2

3

Hutan lahan kering primer

Hp/2001

Seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang belum menampakkan penebangan, termasuk vegetasi rendah alami yang tumbuh di atas batuan massif

Hutan lahan kering sekunder

Hs/2002

Seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur pemba-lakan dan bercak bekas penebangan). Bekas penebangan yang parah tetapi tidak termasuk areal HTI, perkebunan atau pertanian dimasukkan dalam lahan terbuka.

Hutan rawa primer

Hrp/2005

Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa-rawa, termasuk rawa gambut yang belum menampakkan tanda penebangan

1

2

3

Hutan rawa sekunder

Hrs/20051

Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa-rawa yang telah menam-pakkan bekas penebangan. Bekas penebangan yang parah jika tidak mem-perlihatkan liputan air digolongkan tanah terbuka, sedangkan jika memperlihatkan liputan air digolongkan menjadi tubuh air (rawa)

Hutan mangrove primer

Hmp/2004

Hutan bakau, nipah nibung yang berada di sekitar pantai yang belum ditebang. Pada beberapa kondisi hutan mangrove berada di pedalaman.

Hutan mangrove sekunder

Hms/20041

Hutan bakau, nipah dan nibung yang telah mengalami penebangan yang ditampakkan oleh pola alur di dalamnya. Khusus untuk areal bekas tebangan yang telah dijadikan tambak/sawah (tampak pola persegi/pematang) dimasukkan ke dalam kelas tambak/sawah

Semak belukar

B/2007

Kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali, didominasi vegetasi rendah dan tidak menampakkan lagi bekas alur/ bercak penebangan

Semak belukar rawa

Br/20071

Semak belukar dari bekas hutan di daerah bekas rawa

Rumput

S/3000

Kenampakan non hutan alami berupa padang rumput dengan sedikit pohon. (Kenampakan semacam ini terdapat di sekitar Nusa Tenggara Timur dan Pantai Selatan Papua)

Hutan tanaman

Ht/2006

Seluruh kawasan hutan tanaman baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi lokasi dapat diperoleh pada Peta Persebaran HTI

Perkebunan

Pk/2010

Seluruh kawasan perkebunan, baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi dapat diperoleh pada Peta Persebaran Perkebunan (Perkebunan Besar). Lokasi perkebunan rakyat mungkin tidak termasuk dalam peta tersebut sehingga memerlukan informasi lain.

Pertanian lahan kering

Pt/20091

Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang

1

2

3

Pertanian lahan kering bercampur semak

Pc/20092

Semua aktivitas pertanian di lahan kering, berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan

Transmigrasi

Tr/20093

Seluruh kawasan baik yang sudah diusahakan maupun yang belum, termasuk areal pertanian, perladangan dan permukiman yang berada di dalamnya

Sawah

Sw/20093

Seluruh aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang, kecuali tambak dan tambak garam.

Tambak

Tm/20094

Aktivitas pertambakan ikan di sekitar pantai yang ditandai dengan kenampakan pola pematang, termasuk tambak garam

Tanah Terbuka

T/2014

Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir dan pasir pantai), tanah terbuka bekas kebakaran dan tanah terbuka yang ditumbuhi rumput/alang-alang. Kenampakan tanah terbuka untuk pertambangan dimasukkan ke kelas pertambangan, sedangkan lahan terbuka bekas land clearing dimasukkan ke kelas pertanian, perkebunan atau hutan tanaman.

Pertambangan

Tb/20141

Tanah terbuka yang digunakan untuk kegiatan pertambangan terbuka (open pit – seperti: batubara, timah, tembaga dll.). Tambang tertutup seperti minyak, gas dll. tidak dikelaskan tersendiri, terkecuali mempunyai areal luas sehingga dapat dibedakan dengan jelas pada citra

Permukiman

Pm/2012

Kawasan permukiman baik perkotaan, perdesaan, pelabuhan, bandara, industri dll. yang memperlihatkan pola alur jalan yang rapat

Tubuh air

A/5001

Semua kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang dan lamun (lumpur pantai). Khusus kenampakan tambak di tepi pantai dimasukkan ke kelas tambak.


1

2

3


Awan

Aw/2500

Semua kenampakan awan yang menutupi suatu kawasan. Jika terdapat awan tipis yang masih memperlihatkan kenampakan di bawahnya dan masih memungkinkan untuk ditafsir, penafsiran tetap dilakukan. Poligon terkecil yang tetap didelineasi untuk kelas awan adalah luasan 2 x 2 cm2


Sebagai contoh interpretasi tutupan mangrove dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar Contoh Interpretasi citra Hutan Mangrove

Artikel Terkait :


ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer