ANALISIS DATA CITRA PENGINDERAAN JAUH

Setelah data dikumpulkan dan dikirimkan ke stasiun penerima, data tersebut harus diproses dan diubah ke dalam format yang bisa diinterpretasikan oleh peneliti. Untuk itu data harus diproses, ditajamkan dan dimanipulasi. Teknik-teknik tersebut disebut pengolah citra.


1. Mengubah data menjadi citra


Data citra satelit dikirim ke stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Unit terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner 0 atau 1. kumpulan dari data sejumlah 8 bit data adalah adalah sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai 0 – 255. Dalam hal citra digital level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan byte ini dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan disebut citra digital 8-bit.


2. Karakteristik Citra
  • Pixel

Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra satelit. Angka numerik (1 byte) dari pixel disebut digital number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (gray scale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra.
Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk gray scale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang bervariasi. Untuk Penginderaan Jauh, skala yang dipakai adalah 255 shade gray scale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Dua gambar di bawah ini menunjukkan derajat keabuan dan hubungan antara DN dan derajat keabuan yang menyusun sebuah citra.

Gambar. Hubungan DN dengan derajat keabuan


Untuk citra multispecral, masing-masing pixel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh untuk Landsat 7, masing-masing pixel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus yang disebut color composite.

  • Contrast

Contrast adalah perbedaan antara brightness relatif antara sebuah benda dengan sekelilingnya pada citra. Sebuah citra tertentu mudah terdeteksi apabila pada sebuah citra contrast antara bentuk tersebut dengan backgroundnya tinggi. Teknik pengolahan citra bisa dipakai untuk mempertajam contrast. Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis).
Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi geografi tertentu, ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data. Data dari dua citra atau lebih pada lokasi yang sama bisa dikombinasikan secara matematis untuk membuat composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived product, bisa dihasilkan dengan beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN).

  • Resolusi

Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan yang dimiliki oleh sebuah citra. Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah pixel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra. Pada citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai resolusi 1 km, masing-masing pixel mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran 1 km x 1 km. Bentuk yang lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km. landsat 7 menghasilkan citra dengan resolusi 30 m, sehingga jauh lebih banyak detail yang bisa dilihat dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. resolusi adalah hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan terutama dalam hal aplikasi, waktu, biaya, ketersediaan citra dan fasilitas komputasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra dalam hal hambatan-hambatan untuk melakukan interpretasi dan klasifikasi yang diperlukan. Beberapa faktor penting, terutama untuk aplikasi kehutanan adalah :

    1. Tutupan awan. Terutama untuk sensor pasif, awan bisa menutupi bentuk-bentuk yang berada di bawah atau di dekatnya, sehingga interpretasi tidak dimungkinkan. Masalah ini sangat sering dijumpai di daerah tropis, dan mungkin diatasi dengan mengkombinasikan citra dari sensor pasif (misalnya landsat) dengan citra dari sensor aktif (misalnya Radarsat) untuk keduanya saling melengkapi.
    2. Bayangan topografis. Metode pengkoreksian yang ada untuk menghilangkan pengaruh topografi pada radiometri belum terlalu maju perkembangannya.
    3. Pengaruh atmosferik. Pengaruh atmosferik, terutama ozon, uap air dan aerosol sangat mengganggu pada band nampak dan infrared. Penelitian akademis untuk mengatasi hal ini masih aktif dilakukan.
    4. Derajat kedetailan dari peta tutupan lahan yang ingin dihasilkan. Semakin detail peta yang ingin dihasilkan, semakin rendah akurasi dari klasifikasi. Hal ini salah satunya bisa diperbaiki dengan adalanya resolusi spectral dan spasial dari citra komersial yang tersedia. Setelah citra dipilih dan diperoleh, langkah-langkah pemrosesan tidak terlalu tergantung sistem sensor dan juga software pengolahan citra yang dipakai. Berikut ini akan disampaikan dengan singkat beberapa langkah yang umum dilakukan, akan tetapi detail dari teknik dan keterampilan menggunakan hanya bisa diperoleh dengan praktek langsung dngan menggunakan citra dan software pengolahan citra tertentu.

Langkah-langkah dalam pengolahan citra :

  1. Mengukur kualitas data dengan statistik deskriptif atau dengan tampilan citra.
  2. Mengoreksi kesalahan, baik radiometrik (atmosferik dan sensor) maupun geometrik.
  3. Menajamkan citra baik untuk analisa digital maupun visual
  4. Melakukan survei lapangan
  5. Mengambil sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran akurasi dari hasil klasifikasi.
  6. Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data.
  7. Menginterpretasikan hasil.


Mengamati citra pada layar adalah proses yang paling efektif dalam mengidentifikasi masalah yang ada pada citra, misalnya tutupan awan, kabut, dan kesalahan sensor. Citra bisa ditampilkan oleh sebuah komputer, baik per satu band dalam hitam dan putih maupun dalam kombinasi tiga band, yang disebut komposit warna. Mata manusia hanya bisa membedakan 16 derajat keabuan dalam sebuah citra, tetapi bisa membedakan berjuta-juta warna yang berbeda. Oleh karena itu, teknik perbaikan/enhancement citra yang paling sering digunakan adalah memberi warna tertentu kepada nilai DN tertentu (atau kisaran dari DN tertentu) sehingga meningkatkan kontras antara nilai DN tertentu dengan pixel di sekelilingnya pada suatu citra.

Sebuah citra true color adalah citra dimana warna yang diberikan kepada nilai-nilai DN mewakili kisaran spektral sebenarnya dari warna-warna yang digunakan pada citra. False color adalah teknik teknik dimana warna-warna yang diberikan kepada DN tidak sama dengan kisaran spektral dari warna-warna yang dipilih. Teknik ini memungkinkan kita untuk memberi penekanan pada bentuk-bentuk tertentu yang ingin kita pelajari menggunakan skema pewarnaan tertentu.

Kalau kita buat plot antara DN dan derajat keabuan untuk setiap pixel, garis yang terbentuk menggambarkan bentuk hubungan antara keduanya. Hubungan linier menunjukkan bahwa DN dan juga keabuan tersebar merata dalam kisaran nilai 0 – 255 pada citra.

Gambar. Digital Number

Permasalah dengan hubungan linier seperti ini adalah bahwa nilai DN dari bentuk-bentuk yang ingin kita tonjolkan mungkin terkonsentrasi pada kisaran kecil, sehingga derajat keabuan yang diberikan kepada nilai DN di luar daerah yang ingin kita tonjolkan sebenarnya tidak terpakai. Untuk memperbaiki kontras dari bagian citra yang kita inginkan kita bisa memakai kurva perbaikan yanag didefinisikan secara matematis. Kurva ini akan menyebarkan ulang nilai derajat keabuan yang paling sering sehingga menonjolkan kisaran DN tertentu.

Gambar. Kurva derajat keabuan

Pemakaian kurva untuk menonjolkan bentuk tertentu dan juga pemilihan 3 band dari sebuah citra multispektral untuk dikombinasikan dalam sebuah citra komposit memerlukan pengalaman dan trial and error, karena setiap aplikasi perlu menekankan bentuk yang berbeda dalam sebuah citra.

Sebelum sebuah citra bisa dianalisa, biasanya diperlukan beberapa langkah pemrosesan awal. Koreksi radiometrik adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan dihilangkan. Data tambahan yang dikumpulkan pada waktu yang bersamaan dengan diambilnya citra bisa dipakai sebagai alat kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometrik. Selain itu koreksi geometrik juga sangat penting dalam langkah awal pemrosesan. Metode ini mengoreksi kesalahan yang disebabkan oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit. Koreksi geometri adalah proses dimana titik-titik pada citra diletakkan pada titik-titik yang sama pada peta atau citra lain yang sudah dikoreksi. Tujuan dari koreksi geometri adalah untuk meletakkan elemen citra pada posisi planimetrik (x dan y) yang seharusnya.

Satu langkah pemrosesan penting yang paling sering dilakukan pada pengolahan citra adalah klasifikasi, dimana sekumpulan pixel dikelompokkan menjadi kelas-kelas berdasarkan karakteristik tertentu dari masing-masing kelas. Terutama untuk proses klasifikasi, survei lapangan sangat diperlukan. Pada umumnya hasil klasifikasi inilah yang akan menjadi input yang sangat berharga bagi SIG untuk diolah dan diinterpretasikan bersama layer-layer data yang lain.


3. Klasifikasi Visual Citra

Klasfikasi/Interpretasi citra bertujuan untuk pengelompokkan atau membuat segmentasi mengenai kenampakan-kenampakan yang homogen. Klasifikasi yang akan dijelaskan dibawah ini adalah klasifikasi visual, dimana pengenalan penutup/penggunaan lahan sampai pada tahap fungsi dari lahan tersebut (misal, sawah, ladang/tegalan, kebun campur, hutan, dll) yang kemudian dilakukan pendeleniasian (pemberian batas antara penutup/penggunaan lahan yang berbeda) langsung pada monitor komputer (digitation on screen).

Untuk dapat melakukan interpretasi, penafsir memerlukan unsur-unsur pengenal pada obyek atau gejala yang terekam pada citra. Unsur-unsur pengenal ini secara individual maupun secara kolektif mampu membimbing penafsir ke arah pengenalan yang benar. Unsur-unsur ini disebut unsur-unsur interpretasi, dan bayangan, tekstur, pola, situs, dan asosiasi.

Rona (tone) mengacu pada kecerahan relatif obyek pada citra. Rona biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan meliputi 8 (delapan) hal, yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, (grey scale), misalnya hitam/sangat gelap, agak gelap, cerah, sangat cerah/putih. Apabila citra yang digunakan itu berwarna, maka unsur interpretasi yang digunakan ialah warna (color), meskipun penyebutannya masih terkombinasi dengan rona, misalnya merah, hijau, coklat kekuningan, biru kehijauan agak gelap, dan sebagainya.

Bentuk (shape) sebagai unsur interpretasi mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi, atau garis besar wujud obyek secara individual. Bentuk beberapa obyek kadang-kadang begitu berbeda daripada yang lain, sehingga obyek tersebut dapat dikenali semata-mata dari unsur bentuknya saja.

Ukuran (size) obyek pada foto harus dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek.

Pola (pattern) terkait dengan susunan keruangan obyek. Pola biasanya terkait pula dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, tidak teratur, kurang teratur, kadang-kadang pula perlu digunakan istilah yang lebih ekspresif, misalnya melingkar, memanjang terputus-putus, konsentris dan sebagainya.

Bayangan (shadow) sangat penting bagi penafsir karena, dapat memberikan dua macam efek yang berlawanan. Pertama bayangan mampu menegaskan bentuk obyek pada citra, karena outline obyek menjadi lebih tajam/jelas, begitu pula kesan ketinggiannnya. Kedua bayangan justru kurang memberikan pantulan obyek ke sensor, sehingga obyek yang teramati menjadi tidak jelas.

Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar obyek. Tekstur dapat dihasilkan oleh agregasi /pengelompokan satuan kenampakan pohon dan bayangannya, gerombolan satwa liar di bebatuan yang terserak diatas permukaaan tanah. Kesan tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra yang digunakan.

Situs (site) atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali, dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji. Obyek dengan rona cerah, berbentuk silinder, ada bayangannya, dan tersusun dalam pola yang teratur dapat dikenali sebagai kilang minyak, apabila terletak didekat perairan pantai.

Asosiasi (assosiation) merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain, yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji.

Perlu diperhatikan bahwa dalam mengenali obyek, tidak semua unsur perlu digunakan secara bersama-sama. Ada beberapa jenis fenomena atau obyek yang langsung dapat dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja. Ada pula yang membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. Ada kecenderungan pengenalan obyek penutup/penggunaan lahan pada citra membutuhkan lebih banyak unsur interpretasi seperti pada diskripsi.

Berdasarkan Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Direktorat Inventarisasi dan PemantauanSumber daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan di Jakarta pada tahun 2010 kelas penutupan lahan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. Kelas Penutupan Lahan


Kelas

Simbol /Kode

Keterangan

1

2

3

Hutan lahan kering primer

Hp/2001

Seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang belum menampakkan penebangan, termasuk vegetasi rendah alami yang tumbuh di atas batuan massif

Hutan lahan kering sekunder

Hs/2002

Seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur pemba-lakan dan bercak bekas penebangan). Bekas penebangan yang parah tetapi tidak termasuk areal HTI, perkebunan atau pertanian dimasukkan dalam lahan terbuka.

Hutan rawa primer

Hrp/2005

Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa-rawa, termasuk rawa gambut yang belum menampakkan tanda penebangan

1

2

3

Hutan rawa sekunder

Hrs/20051

Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa-rawa yang telah menam-pakkan bekas penebangan. Bekas penebangan yang parah jika tidak mem-perlihatkan liputan air digolongkan tanah terbuka, sedangkan jika memperlihatkan liputan air digolongkan menjadi tubuh air (rawa)

Hutan mangrove primer

Hmp/2004

Hutan bakau, nipah nibung yang berada di sekitar pantai yang belum ditebang. Pada beberapa kondisi hutan mangrove berada di pedalaman.

Hutan mangrove sekunder

Hms/20041

Hutan bakau, nipah dan nibung yang telah mengalami penebangan yang ditampakkan oleh pola alur di dalamnya. Khusus untuk areal bekas tebangan yang telah dijadikan tambak/sawah (tampak pola persegi/pematang) dimasukkan ke dalam kelas tambak/sawah

Semak belukar

B/2007

Kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali, didominasi vegetasi rendah dan tidak menampakkan lagi bekas alur/ bercak penebangan

Semak belukar rawa

Br/20071

Semak belukar dari bekas hutan di daerah bekas rawa

Rumput

S/3000

Kenampakan non hutan alami berupa padang rumput dengan sedikit pohon. (Kenampakan semacam ini terdapat di sekitar Nusa Tenggara Timur dan Pantai Selatan Papua)

Hutan tanaman

Ht/2006

Seluruh kawasan hutan tanaman baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi lokasi dapat diperoleh pada Peta Persebaran HTI

Perkebunan

Pk/2010

Seluruh kawasan perkebunan, baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi dapat diperoleh pada Peta Persebaran Perkebunan (Perkebunan Besar). Lokasi perkebunan rakyat mungkin tidak termasuk dalam peta tersebut sehingga memerlukan informasi lain.

Pertanian lahan kering

Pt/20091

Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang

1

2

3

Pertanian lahan kering bercampur semak

Pc/20092

Semua aktivitas pertanian di lahan kering, berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan

Transmigrasi

Tr/20093

Seluruh kawasan baik yang sudah diusahakan maupun yang belum, termasuk areal pertanian, perladangan dan permukiman yang berada di dalamnya

Sawah

Sw/20093

Seluruh aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang, kecuali tambak dan tambak garam.

Tambak

Tm/20094

Aktivitas pertambakan ikan di sekitar pantai yang ditandai dengan kenampakan pola pematang, termasuk tambak garam

Tanah Terbuka

T/2014

Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir dan pasir pantai), tanah terbuka bekas kebakaran dan tanah terbuka yang ditumbuhi rumput/alang-alang. Kenampakan tanah terbuka untuk pertambangan dimasukkan ke kelas pertambangan, sedangkan lahan terbuka bekas land clearing dimasukkan ke kelas pertanian, perkebunan atau hutan tanaman.

Pertambangan

Tb/20141

Tanah terbuka yang digunakan untuk kegiatan pertambangan terbuka (open pit – seperti: batubara, timah, tembaga dll.). Tambang tertutup seperti minyak, gas dll. tidak dikelaskan tersendiri, terkecuali mempunyai areal luas sehingga dapat dibedakan dengan jelas pada citra

Permukiman

Pm/2012

Kawasan permukiman baik perkotaan, perdesaan, pelabuhan, bandara, industri dll. yang memperlihatkan pola alur jalan yang rapat

Tubuh air

A/5001

Semua kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang dan lamun (lumpur pantai). Khusus kenampakan tambak di tepi pantai dimasukkan ke kelas tambak.


1

2

3


Awan

Aw/2500

Semua kenampakan awan yang menutupi suatu kawasan. Jika terdapat awan tipis yang masih memperlihatkan kenampakan di bawahnya dan masih memungkinkan untuk ditafsir, penafsiran tetap dilakukan. Poligon terkecil yang tetap didelineasi untuk kelas awan adalah luasan 2 x 2 cm2


Sebagai contoh interpretasi tutupan mangrove dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar Contoh Interpretasi citra Hutan Mangrove

Artikel Terkait :


No comments:

ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer