JENIS BAMBU DI MALUKU

Bambu adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki sifat-sifat yang menguntungkan yaitu batang yang kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, mudah dikerjakan dan mudah diangkut. Selain itu, harga bambu relatif murah  dibandingkan bahan lain karena sering ditemukan disekitar pemukiman khususnya di daerah pedesaan. Bambu menjadi tanaman serba guna bagi kebanyakan orang di Indonesia.




Tanaman bambu di Maluku ditemukan mulai dataran rendah sampai pegunungan. Secara umum, ditemukan di tempat-tempat terbuka dan bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, memiliki ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil. Pada ruas tumbuh akar muda sehingga bambu dimungkinkan untuk ditanam menggunakan ruas, selain batangnya dan tanaman muda yang berada disamping rumpunnya (Manuhuwa, 2008).
Jenis bambu yang tumbuh di Maluku sebanyak 13 jenis  yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat pedesaan (Manuhuwa, 2006). Jenis bambu tersebut adalah,
  1. Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dimanfaatkan untuk tiang bangunan, dinding rumah dan rebungnya dimakan.
  2. Bambu Sero (Gigantochloa apus) dimanfaatkan untuk rakit, alat tangkap ikan dan pagar halaman.
  3. Bambu Tui (Schizostachyum lima) untuk bahan anyaman.
  4. Bambu Jawa (Schizostachyum brachyladumi) dimanfaatkan untuk rakit, tombak, dan alat musik, dll
  5. Bambu Suanggi (Schizostachyum arundinaceae) dimanfaatkan untuk konstruksi bangunan, padar, dll
  6. Bambu Baduri (Bambusa blumeana) untuk konstruksi bangunan, dan pagar.
  7. Bambu Loleba (Bambusa atra) untuk menjahit atap, pengikat, dan anyaman.
  8. Bambu Chen dapat dimanfaatkan untuk mebel.
  9. Bambu Tapir untuk alat musik tiup (suling)
  10. Bambu Kuning untuk tanaman hias dan pagar, dll
  11. Bambu Hias/Bambu Cina (Bambusa multiplex) untuk pagar halaman.
Sumber :
Manuhuwa, E, 2009. Hasil hutan bukan kayu Sebagai bagian dari pembangunan Hutan di Maluku. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon.  


Artikel Terkait :

CARA MENGAWETKAN BAMBU

Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai kebutuhan. Bambu yang tumbuh berumpun dalam hutan akan dipanen dan ditebang oleh masyarakat apabila telah mencapai umur tebang sesuai dengan keperluannya.

Bambu siap ditebang setelah mencapai umur 4 (empat) tahun dengan cara tebang pilih. Tebang pilih dimaksudkan untuk  memberikan kesempatan pada bambu yang belum ditebang dalam rumpun tumbuh mencapai masak tebangnya.




Orang merendam batang bambu dalam air mengalir, air tergenang, lumpur atau air laut agar lebih awet, kemudian bambu  dikeringkan. Keawetan bambu cepat berkurang bila jumlah air yang dikandung masih tinggi dan pati yang dikandung cukup besar. Bambu yang diletakkan ditempat terbuka dan langsung berhubungan dengan tanah maka masa pakainya hanya mencapai 1-3 tahun.  Bambu dapat bertahan hingga 7 tahun bila diawetkan. 

Beberapa cara mengawetkan bambu dapat disebutkan seperti berikut :
  1. Merendam bambu dalam air untuk mengurangi kandungan pati.
  2. Membiarkan batang tetap dengan cabang dan daunnya selama  beberapa hari agar pati dimanfaatkan untuk metabolisme  sehingga pati  berkurang.
  3. Mengasapi dan memanaskan bambu untuk mematikan hama, merusak pati dan menghasilkan racun sehingga tidak diserang oleh hama.
  4. Menutupi pori bambu dan mengapuri untuk mencegah hama dan penyakit  masuk dan merusak bambu.
  5. Mengurangi kandungan air bambu dan menyimpan di ruangan kering untuk mencegah pertumbuhan jamur dan serangga perusak.
  6. Mengawetkan dengan mamasukkan bahan kimia yang bersifat racun, sehingga lebih efektif  menangkal serangan hama tetapi lebih mahal,
  7. Bambu dipanen pada musim kemarau daripada musim hujan

Jenis bambu yang rentan terhadap serangan bubuk bambu yaitu bambu kuning (Bambusa vulgaris), bambu loleba (Bambusa atra), bambu tui (Schizostachyum lima) dan bambu terung (Gigantochloa nigracillata). Sedangkan bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu jawa (Schizostachyum brachyla-dumi) dan bambu sero (Gigantochloa apus) relatif tahan terhadap serangan bubuk.  Jenis  bubuk bambu yang banyak ditemukan menyerang bambu adalah Dinederus sp sedangkan yang paling sedikit adalah Lytus sp.

Sumber :
Manuhuwa, E, 2009. Hasil hutan bukan kayu Sebagai bagian dari pembangunan Hutan di Maluku. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon.  


Artikel Terkait :

MANFAAT DAN KUALITAS MINYAK KAYU PUTIH

Minyak kayu putih adalah salah satu minyak atsiri yang diperoleh dengan cara menyuling daun tanaman kayu putih (Mellauleca leucadendron Linn dan Mellauleca cajuputi Roxb). Pohon kayu putih tersebut ditemukan di Maluku khususnya di pulau Buru, Seram, Maluku Tenggara Barat dan Ambon.




Luas tegakan pohon kayu putih ± 120.000 ha di pulau Buru; ± 50.000 ha di Seram Bagian Barat dan ± 20.000 ha di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Sejak waktu lama hutan kayu putih di pulau Buru masih menjadi sumber pendapatan masyarakat. Pengelolaan hutan kayu putih tersebut belum dapat meningkatkan kesejahteraan mereka karena usaha penyulingan minyak tersebut didasarkan pada sistem ijon yang telah berlangsung turun menurun. Masyarakat sangat dirugikan sedangkan pedagang memperoleh keuntungan. Sistem ini harus dihapuskan melalui intervensi pemerintah agar produk hasil hutan bukan kayu tersebut dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat di sekitar hutan.

Manfaat Minyak Kayu Putih

Manfaat minyak kayu putih sudah diketahui oleh masyarakat luas. Disamping digunakan sebagai obat tradisional, seperti obat gatal-gatal, menghilangkan rasa kembung pada perut, masuk angin, tetapi juga dijadikan obat antiseptik, obat kumur-kumur, pasta gigi dan tablet tertentu (Anonim, 2008). Masa depan dari minyak kayu putih cukup cerah karena sangat dibutuhkan sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetik dan kimia lainnya.



Proses Penyulingan dan Kualitas Minyak Kayu Putih

Minyak kayu putih disuling dari daun kayu putih melalui pelarutan minyak kedalam air mendidih dan diuapkan untuk kemudian diembunkan menjadi cair. Peralatan yang digunakan adalah ketel penyulingan, kondensor (bak pendingin), tungku dan alat penampung. Alat penyulingan yang digunakan berbentuk tradisional maupun modern. Bentuk dan desain alat penyulingan mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Mutu minyak kayu putih diuji berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti disajikan pada Tabel .

Tabel. Kualitas Minyak Kayu Putih berdararkan SNI.

No
KARAKTERISTIK
PERSYARATAN MUTU (SNI)
PRODUK M.K PUTIH DI MALUKU
(1)
(2)
(3)
(4)
PERSYARATAN KHUSUS
1.
Kadar Cineol Mutu Utama (U) ≥ 55% 50-65%
2.
Kadar Cineol Mutu Pertama (P) < 55% 45-50%
PERSYARATAN UMUM
1.
Bau Khas minyak kayu putih Khas minyak kayu putih
2.
Berat Jenis 0,90-0,93 0,92-0,96
3.
Indeks Bias 1,46-1,47 1,43-1,45
4.
Putaran Optik (-4)o - 0o -2o – (1,2)o
5.
Kelarutan Dalam Alkohol 80% 1 : 1 Jernih Jernih

1 : 2 Jernih Jernih

1 : 3 Jernih Jernih

s/d 1 : 10 Jernih Jernih
6.
Minyak Lemak Tidak diperkanankan -
7.
Minyak Pelikan Tidak diperkanankan -

Sumber : BARISTAN Ambon, 2008

Penyuluhan, pembinaan dan pendampingan telah dilakukan oleh pemerintah agar dihasilkan industri kecil yang mandiri dan jumlah serta mutu minyak terjamin.  Depatemen Perdagangan dan Industri telah memperkenal alat penyulingan kecil yang mudah dipindahkan untuk meringankan usaha kecil bidang minyak atsiri.  Hal ini memungkinkan petani penggarap minyak kayu putih termotivasi untuk meningkatkan jumlah dan kualitas minyak yang dihasilkan.  

Penanaman kembali pohon kayu putih untuk memperluas lahan usaha terkendala oleh harga minyak kayu putih yang tidak memenuhi harapan. Petani penggarap minyak kayu putih dapat  mengaplikasikan sistem agroforestry pada lahannya agar mereka dapat memelihara tanaman pangan untuk kebutuhan sehari-hari.

Sumber : Manuhuwa, E, 2009. Hasil hutan bukan kayu Sebagai bagian dari pembangunan Hutan di Maluku. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon. 




ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer