Showing posts with label hutan konservasi. Show all posts
Showing posts with label hutan konservasi. Show all posts

PENGERTIAN DAN DEFINISI TAHURA

Pengertian dan Definisi  TAHURA atau TAMAN HUTAN RAYA sesuai  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015  adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan/atau bukan jenis asli, yang tidak invasif dan dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. 

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 adalah Peraturan Menteri tentang kriteria zona pengelolaan taman nasional dan blok pengelolaan cagar alam, suaka margasatwa, taman hutan raya dan taman wisata alam.

TAHURA merupakan kawasan hutan yang ekosistemnya dilindungi, termasuk tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya. TAHURA biasanya berlokasi tak jauh dari perkotaan atau permukiman yang gampang diakses, tidak terletak di tengah hutan belantara. Eksosistem TAHURA dapat bersifat alami maupun buatan. Begitu juga dengan tumbuhan dan satwanya, bisa asli ataupun didatangkan dari luar kawasan.




Dilihat dari status hukumnya, maka TAHURA merupakan kawasan lindung yang dikategorikan sebagai hutan konservasi bersama-sama dengan cagar alam(CA), suaka margasatwa (SM), taman nasional (TN), taman wisata alam (TWA) dan taman buru TB). Meskipun dikategorikan sebagai kawasan lindung, kawasan TAHURA memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata komersial. Namun pengusahaan TAHURA sebagai kawasan wisata komersial dibatasi dengan peraturan yang ketat agar fungsi pelestariannya tetap terjaga.



Sehingga tidak semua kawasan hutan bisa ditetapkan sebagai TAHURA meskipun hutan tersebut memiliki fungsi konservasi alam. Penetapan hutan sebagai kawasan konservasi harus sesuai dengan tujuan, fungsi, dan karakteristik tertentu.
Suatu kawasan bisa dijadikan TAHURA bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
  • Memiliki ciri khas dari sisi ekosistem, satwa atau tumbuhannya. Bisa asli ataupun buatan, baik ekosistemnya masih utuh maupun sudah berubah.
  • Kawasan tersebut memiliki keindahan alam atau gejala alam tertentu yang unik.
  • Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk perkembangan tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya.
Pengelolaan TAHURA dilakukan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Biasanya wewenang pengelolaan tergantung pada letak geografis dari TAHURA itu sendiri. Bila letaknya mencakup lebih dari satu wilayah administratif, misalnya dua kabupaten maka pengelolanya pemerintah provinsi.

 

Namun bila terletak dalam satu wilayah, pengelolaannya oleh pemerintah kabupaten/kota setempat. Selain sebagai kawasan pelestarian alam, taman hutan raya juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lainnya. Pemanfaatan ini diatur dalam peraturan pemerintah.

Secara umum, Taman Hutan Raya dapat dikelola untuk tujuan-tujuan sebagai berikut:
  • Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi.
  • Koleksi kekayaan keanekaragaman hayati.
  • Penyimpanan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam.
  • Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma nuftah.
  • Pembinaan populasi melalui penangkaran dalam rangka pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang semi alami.
  • Pemanfaatan tradisional oleh masayarakat setempat, dapat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.

KLASIFIKASI KATEGORI SPESIES LANGKA MENURUT IUCN RED LIST

IUCN (International Union for Conservation of Nature) Red List of Threatened Species atau disingkat IUCN Red List (Daftar Merah IUCN) adalah daftar yang membahas status konservasi berbagai jenis makhluk hidup seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dikeluarkan oleh IUCN. Daftar ini dikeluarkan pertama kali pada tahun 1948 dan merupakan panduan paling berpengaruh mengenai status keanekaragaman hayati.

IUCN kembali mengeluarkan rilis terbaru dari daftar merah spesies yang terancam (IUCN Red List of Threatened Species) dalam rangkaian acara IUCN World Parks Congress di Sydney, Australia, pada tanggal 17 November 2014. Update daftar bertepatan dengan ulang tahun IUCN yang ke-50.

Daftar merah IUCN tersebut dibuat berdasarkan 76.199 spesies yang diteliti kondisinya, dan menyimpulkan sebanyak 22.413 spesies dalam kondisi terancam punah. Hampir setengah dari spesies yang diteliti berada dalam kawasan lindung. Oleh karena itu, IUCN menghimbau perbaikan manajemen kawasan lindung untuk untuk menghentikan penurunan keanekaragaman hayati lebih lanjut.



Setiap update dari IUCN Red List memberikan petunjuk bahwa planet bumi terus kehilangan keanekaragaman yang luar biasa dari kehidupan, terutama karena tindakan destruktif untuk memuaskan selera kita yang berkembang dari sumber daya alam.

Kawasan lindung dan kawasan konservasi dapat memainkan peran penting dalam menjaga dan melestarikan spesies-spesies yang terancam punah. Para ahli memperingatkan bahwa spesies terancam punah (Endangered Species) kurang terdapat dalam kawasan lindung, dan pada kawasan yang tidak dilindungi menurun dua kali lebih cepat. Tanggung jawab kita adalah untuk meningkatkan jumlah kawasan lindung dan kawasan konservasi serta memastikan pengelolaanya efektif sehingga dapat berkontribusi untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati planet kita.

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa yang terancam punah. Pada tahun 2003, World Conservation Union mencatat 147 spesies mamalia, 114 burung, 91 ikan dan 2 invertebrata termasuk dalam hewan-hewan yang terancam punah.



Di dalam pelaksanaan CITES, jenis-jenis fauna dan dlora langka yang terancam punah dikelompokkan dalam tiga golongan dan disusun dalam suatu daftar lampiran (Appendix I,II, dan III). Lampiran (Appendix) yang memuat jenis-jenis fauna dan flora ini berkembang dari waktu ke waktu; dapat bertambah, berkurang atau berpindah katagori, dengan penetapan perubahan yang dilakukan pada setiap sidang pleno dari negara peserta CITES yang dilaksanakan dua tahun sekali. Saat ini daftar Appendix CITES telah mencatat lebih dari 2400jenis binatang dan sekitar 30.000 jenis tumbuhan yang terbagi ke dalam ketiga kriteria itu. Rincian mengenai katagori masing-masing Appendix tersaji berikut ini.
  • Appendix I : Memuat semua jenis flora dn fauna langka seluruh dunia yang terancam kepunahannya oleh adanya kegiatan perdagangan. Perdagangan dari spesimen jenis-jenis ini perlu diawasi secara ketat dan hanya dapat diijinkan dalam keadaan yang luar biasa sifatnya.
  • Appendix II : Semua jenis walaupun saat ini tidak terancam punah, akan tetapi mungkin menjadi terancam punah jika kegiatan perdagangan meluas. Oleh karena itu perlu peraturan untuk menjaga kelestariannya.
  • Appendix III : Meliputi jenis-jenis yang ditentukan oleh masing-masing negara peserta untuk diatur dalam batas kewenangannya.

Klasifikasi atau Kategori Status Konservasi dalam IUCN Redlist. Kategori konservasi berdasarkan IUCN Redlist versi 3.1 meliputi Extinct (EX; Punah); Extinct in the Wild (EW; Punah Di Alam Liar); Critically Endangered (CR; Kritis), Endangered (EN; Genting atau Terancam), Vulnerable (VU; Rentan), Near Threatened (NT; Hampir Terancam), Least Concern (LC; Berisiko Rendah), Data Deficient (DD; Informasi Kurang), dan Not Evaluated (NE; Belum dievaluasi).
  1. Extinct (EX; Punah) adalah status konservasi yag diberikan kepada spesies yang terbukti (tidak ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah mati. Dalam IUCN Redlist tercatat 723 hewan dan 86 tumbuhan yang berstatus Punah. Suatu spesies dinyatakan "punah" jika tidak ada keraguan lagi bahwa individu terakhir telah mati setelah survei keseluruhan gagal mencatat satu individu pun yang masih hidup. Survei keseluruhan dilakukan pada habitatnya yang diketahui pada waktu yang tepat (diurnal, musiman, tahunan) di semua riwayat wilayahnya, berdasarkan siklus hidup dan bentuk kehidupan spesies tersebut. Contoh satwa Indonesia yang telah punah diantaranya adalah; Harimau Jawa dan Harimau Bali.
  2. Extinct in the Wild (EW; Punah Di Alam) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang hanya diketahui berada di tempat penangkaran atau di luar habitat alami mereka. Suatu spesies dinyatakan "punah di alam liar" (extinct in the wild) jika diketahui hanya hidup dalam pembiakan, penangkaran, maupun sebagai populasi natuarlisasi di luar wilayah penyebaran aslinya. Dikatakan punah di alam liar jika setelah survei menyeluruh yang dilakukan di habitatnya yang diketahui, pada waktu yang tepat (diurnal, musiman, tahunan) di semua habitatnya di alam, berdasarkan siklus hidup dan bentuk kehidupan spesies tersebut. Dalam IUCN Redlist tercatat 38 hewan dan 28 tumbuhan yang berstatus Extinct in the Wild.
  3. Critically Endangered (CR; Kritis) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat. Dalam IUCN Redlist tercatat 1.742 hewan dan 1.577 tumbuhan yang berstatus Kritis. Contoh satwa Indonesia yang berstatus kritis antara lain; Harimau Sumatra, Badak Jawa, Badak Sumatera, Jalak Bali, Orangutan Sumatera, Elang Jawa, Trulek Jawa, Rusa Bawean.
  4. Endangered (EN; Genting atau Terancam) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan datang. Dalam IUCN Redlist tercatat 2.573 hewan dan 2.316 tumbuhan yang berstatus Terancam. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Banteng, Anoa, Mentok Rimba, Maleo, Tapir, Trenggiling, Bekantan, dan Tarsius.
  5. Vulnerable (VU; Rentan) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang. Dalam IUCN Redlist tercatat 4.467 hewan dan 4.607 tumbuhan yang berstatus Rentan. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Kasuari, Merak Hijau, dan Kakak Tua Maluku.
  6. Near Threatened (NT; Hampir Terancam) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau mendekati terancam kepunahan, meski tidak masuk ke dalam status terancam. Dalam IUCN Redlist tercatat 2.574 hewan dan 1.076 tumbuhan yang berstatus Hampir Terancam. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Alap-alap Doria, Punai Sumba,
  7. Least Concern (LC; Berisiko Rendah) adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun. Dalam IUCN Redlist tercatat 17.535 hewan dan 1.488 tumbuhan yang berstatus Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Ayam Hutan Merah, Ayam Hutan Hijau, dan Landak.
  8. Data Deficient (DD; Informasi Kurang), Sebuah takson dinyatakan “informasi kurang” ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat perkiraan akan risiko kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi. Dalam IUCN Redlist tercatat 5.813 hewan dan 735 tumbuhan yang berstatus Informasi kurang. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Punggok Papua, Todirhamphus nigrocyaneus,
  9. Not Evaluated (NE; Belum dievaluasi); Sebuah takson dinyatakan “belum dievaluasi” ketika tidak dievaluasi untuk kriteria-kriteria di atas. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Punggok Togian,

Klasifikasi atau Kategori status konservasi berdasarkan UICN Red List dapat memberikan gambaran tentang kepunahan populasi makhluk hidup di bumi ini.

KEGIATAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI


Kegiatan Konservasi sumber daya alam hayati merupakan upaya pengelolaan sumber daya alam hayati dengan memperhitungkan kelangsungan dan tetap memelihara serta meningkatkan kualitasnya.
Tujuan melakukan konservasi tersebut adalah untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mutu kehidupan manusia.
Ada tiga strategi yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut yaitu :
  1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
  2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar beserta ekosistemnya;
  3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Proses perlindungan, pengawetan dapat dilakukan di kawasan konservasi, taman hutan raya, dan taman wisata alam; mengingat kawasan konservasi itu adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Perlindungan Sistem Penyangga Perlindungan sistem penyangga ini dimaksudkan untuk memelihara proses ekologi yang dapat menunjang kelangsungan dan mutu kehidupan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
a. Konservasi In-Situ (Kelebihan dan Kelemahannya)
Konservasi in-situ merupakan upaya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar di dalam kawasan suaka alam yang dilakukan dengan jalan membiarkan agar populasinya tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya. Sampai saat ini telah ditetapkan ada enam jenis kawasan yang dipergunakan sebagai kawasan konservasi in-stu, yaitu kawasan konservasi, taman wisata alam, taman hutan raya, cagar alam, suaka margasatwa, dan taman buru.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, maka pengelolaan di dalam habitatnya dapat dilakukan dalam bentuk identifikasi, inventarisasi, pemantauan habitat dan populasinya, penyelamatan jenis, pengkajian, penelitian dan pengembangan. Upaya konservasi in-situ ini dikatakan paling efektif, karena perlindungan dilakukan di dalam habitat aslinya, sehingga tidak diperlukan lagi proses adaptasi bagi kehidupan dari jenis tumbuhan dan satwa liar tersebut ke tempat yang baru .
Namun demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis yang dikonservasi secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit; kemudian tanpa diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup jenis tersebut; begitu pula jika di daerah tersebut terjadi bencana atau kebakaran, niscaya seluruh jenis yang terdapat di dalamnya akan terancam musnah dan tidak ada yang dapat dicadangkan lagi. Oleh karena itu, selain upaya konservasi in-situ perlu dilengkapi dengan upaya konservasi ex-situ.
b. Konservasi Ex-Situ (Kelebihan dan Kelemahannya)
Upaya konservasi ex-situ merupakan upaya pengawetan jenis di luar kawasan yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakan jenis tumbuhan dan satwa liar. Tempat yang cocok untuk melakukan kegiatan tersebut misalnya di kebun binatang, kebun raya, arboretum, dan taman safari. Kegiatan konservasi ex-situ ini dilakukan adalah untuk menghindarkan adanya kepunahan suatu jenis. Hal ini perlu dilakukan mengingat terjadinya berbagai tekanan terhadap populasi maupun habitatnya. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, maka pengelolaan jenis di luar habitatnya dapat dilakukan dalam bentuk pemeliharaan, pengembangbiakan, pengkajian, penelitian, pengembangan rehabilitasi satwa, penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Untuk melakukan kegiatan konservasi ex-situ berbagai persyarataan yang perlu dipenuhi, yaitu: tersedianya tempat yang cukup luas, aman dan nyaman, memenuhi standart kesehatan tumbuhan dan satwa, serta mempunyai tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan. Begitu pula kalau ingin melakukan perkembangbiakan jenis di luar habitatnya, maka persyaratan yang perlu dipenuhi yaitu: dapat menjaga kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik, dapat melakukan penandaan dan sertifikasi, serta dapat membuat buku daftar silsilah.
Ada berbagai kelebihan dan kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan konservasi ex-situ. Kelebihannya antara lain dapat mencegah kepunahan lokal pada berbagai jenis tumbuhan akibat adanya bencana alam dan kegiatan manusia, dapat dipakai untuk arena perkenalan berbagai jenis tumbuhan dan wisata alam bagi masyarakat luas, berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan dalam kegiatan budidaya jenis hewan dan tumbuhan; sedangkan kelemahannya antara lain, konservasi ex-situ memerlukan kegiatan eksplorasi dan penelitian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan adalah untuk melihat adanya kecocokan terhadap daerah atau lokasi sebelum kegiatan tersebut dilakukan; di samping itu pada kegiatan ini dibutuhkan pula dana yang cukup besar, serta tersedianya tenaga ahli dan orang yang berpengalaman.

Artikel Terkait :

DEFINISI TENTANG HUTAN :

PENGERTIAN DAN DEFINISI KONSERVASI


Pengertian dan Definisi dari Konservasi menurut para ahli dapat dikemukakan bahwa Konservasi adalah upaya untuk menjaga kualitas lingkungan dan keseimbangan ekosistem.
Istilah Konservasi atau conservation dapat diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi generasi yang akan datang.
Berdasarkan pengertian tersebut, konservasi mencakup berbagai aspek positif, yaitu perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan secara berkelanjutan, restorasi, dan penguatan lingkungan alam (IUCN, 1980). Pengertian tersebut juga menekankan bahwa konservasi tidak bertentangan dengan pemanfaatan aneka ragam varietas, jenis dan ekosistem untuk kepentingan manusia secara maksimal selama pemanfaatan tersebut dilakukan secara berkelanjutan.
Dalam praktek di lapangan, kerap kali masih ditemukan pengertian dan persepsi tentang konservasi yang keliru, yaitu seolah-olah konservasi melarang total pemanfataan sumberdaya alam. Berlandaskan pada pengertian tersebut masyarakat, khususnya penduduk setempat yang bermukim di sekitar kawasan konservasi, dilarang keras untuk dapat menikmati berbagai manfaat yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya. Penduduk dipisahkan dengan lingkungannya secara paksa, padahal mereka secara turun-temurun telah lama tinggal di wilayahnya.
Tujuan utama konservasi, menurut ”Strategi Konservasi Sedunia” (World Conservation Strategy), ada tiga, yaitu: (a) memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan, (b) mempertahankan keanekaan genetis , dan (c) menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara berkelanjutan.
Secara garis besar aspek konservasi dapat dijelaskan meliputi :
1. Kawasan penyangga kehidupan yang perlu dilindungi agar terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam.
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, yang dilakukan antara lain dengan :
  • Pemanfaatan jenis dan pembudidayaan jenis (domestifikasi jenis baik hewan maupun tumbuhan) yang ada dalam kawasan suaka alam. Eksplorasi jenis terus dilakukan diteruskan dengan menggali pemanfaatannya bagi umat manusia, termasuk menggali kemungkinan genetic improvment untuk meningkatkan produktivitas dan menghindari dampak negatif geopotitik pelestarian plasma nutfah.
  • Pemanfaatan kawasan pelestarian alam untuk kepentingan pariwisata alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan budaya.
  • Menjaga dan mencari bentuk kawasan budidaya (hutan produksi) dan kawasan lainnya agar dapat disesuaikan dengan karakteristik ekosistemnya seperti percampuran tanaman, pergiliran tanaman, agroforestry, silvofishery, silvopasture dan lain-lain dengan mengutamakan landasan konservasi daya alam.
  • Pertimbangan Konservasi tanah dan air selalu digunakan dalam kesatuan ekosistem binaan.
  • Budidaya jenis di dalam suatu ekosistem tertentu dilakukan juga dengan pertimbangan satwa liar yang bersifat migran.
4. Biaya pelestarian suaka alam sangat tinggi. Faktor inilah yang menjadikan kegiatan pengelolaan konservasi sumberdaya tidak populer dan terkesan kuran mendapat perhatian yang memadai. Namun jika pemanfaatan objek konservasi baik melalui penemuan atau domestifikasi jenis yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, pendayagunaan kawasan untuk kepentingan tertentu seperti pariwisata, pendidikan dan lain-lain sampai kepada upaya genetic improvment dapat dilakukan dan layak jual maka kegiatan konservasi tidak lagi spending money akan tetapi menjadi earning money. Dengan kata lain tidak hanya cukup dengan menyebut pengelolaan konservasi tetapi menjadi bisnis konservasi. Kegiatan Konservasi dengan pola pikir ini sudah harus memikirkan jumlah uang yang bisa diperoleh dari bisnis ini dan harapannya akan selalu meningkat.
Dari uraian mengenai tujuan konservasi tersebut, kita tahu bahwa tidak ada larangan bagi manusia untuk memanfaatkan varitas, jenis, dan ekosistem yang ada di sekitarnya. Dan bila dilihat dari sejarah perkembangan peradaban manusia di muka bumi, sesungguhnya manusia tidak pernah lepas dari aspek pemanfaatan dan pengelolaan anekaragaman jenis dan ekosistem di lingkungan sekitarnya.

Artikel Terkait :
DEFINISI TENTANG HUTAN :

PENGERTIAN DAN DEFINISI HUTAN KONSERVASI


Pengertian dan definisi Hutan konservasi menurut UU Nomor 41 Tahun 1999 adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Sesuai dengan undang-undang tersebut Hutan konservasi di Indonesia terdiri dari:

a. kawasan hutan suaka alam,
Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

b. kawasan hutan pelestarian alam,

Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

c. taman buru.
Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.

Dari Pengertian dan Definisi hutan konservasi menunjukkan adanya fenomena lain yaitu tentang kawasan konservasi tertentu dan bukan lagi pada fungsinya. Di bagian perundangan lain yaitu pada UU No 5 tahun 1990 yang semestinya menjadi acuan UU No 41 tahun 1999 ini disebutkan bahwa konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Pada pasal 5 perundangan tersebut dan pasal 12 UUPLH dikatakan bahwa konservasi dilakukan dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Dengan mengacu perundangan yang ada tampak adanya dualisme pengertian konservasi, di satu pihak "konservasi berarti kawasan" dan di pihak lain "konservasi berarti fungsi atau kegiatan". Dualisme pengertian ini tanpa terasa terus berjalan, sehingga membuat para pengelola hutan bersikap ambivalen terhadap konservasi. Dengan mendasarkan sikap bahwa konservasi adalah pengertian kawasan maka seakan lupa bahwa hutan adalah salah satu pemanfaatan ekosistem sumberdaya alam hayati dalam satuan ekosistem yang merupakan salah satu pilar konservasi. Sebagai konsekuensinya konservasi mestinya merupakan keharusan dalam pengelolaan hutan.

Sebagai bagian masyarakat dunia, Indonesia terikat oleh berbagai kesepakatan internasional, antara lain adalah Convention on Biodiversity, Convention on Climate Change, Forest Principles dan World Conservation Strategy. Dengan ratifikasi konvensi ini seluruh kebijakan penge­lolaan hutan harus mempertimbangkan rambu-rambu yang telah disepakati dalam konvensi ini. Berbagai ke­sepakatan internasional seperti Forest Principles (KTT Bumi), konferensi ITTO, kelembagaan ekolabel telah mengarahkan ke bentuk pengelolaan hutan di Indonesia yang bersifat sustainable forest management, yang bercirikan keberlanjutan fungsi ekologis/lindung fisik hutan (tanah, flora, fauna, hidrologi dan iklim), keberlanjutan fungsi produksi dan keberlanjutan fungsi sosial budaya. Dengan kata lain pengelolaan hutan yang tetap berorientasi se­bagai ekosistem dengan fungsi ekologis, produksi dan sosial telah merupakan kesepakatan internasional.


Artikel Terkait :

DEFINISI TENTANG HUTAN :

ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer