Showing posts with label Konservasi in situ. Show all posts
Showing posts with label Konservasi in situ. Show all posts

PENGERTIAN DAN DEFINISI TAHURA

Pengertian dan Definisi  TAHURA atau TAMAN HUTAN RAYA sesuai  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015  adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan/atau bukan jenis asli, yang tidak invasif dan dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. 

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 adalah Peraturan Menteri tentang kriteria zona pengelolaan taman nasional dan blok pengelolaan cagar alam, suaka margasatwa, taman hutan raya dan taman wisata alam.

TAHURA merupakan kawasan hutan yang ekosistemnya dilindungi, termasuk tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya. TAHURA biasanya berlokasi tak jauh dari perkotaan atau permukiman yang gampang diakses, tidak terletak di tengah hutan belantara. Eksosistem TAHURA dapat bersifat alami maupun buatan. Begitu juga dengan tumbuhan dan satwanya, bisa asli ataupun didatangkan dari luar kawasan.




Dilihat dari status hukumnya, maka TAHURA merupakan kawasan lindung yang dikategorikan sebagai hutan konservasi bersama-sama dengan cagar alam(CA), suaka margasatwa (SM), taman nasional (TN), taman wisata alam (TWA) dan taman buru TB). Meskipun dikategorikan sebagai kawasan lindung, kawasan TAHURA memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata komersial. Namun pengusahaan TAHURA sebagai kawasan wisata komersial dibatasi dengan peraturan yang ketat agar fungsi pelestariannya tetap terjaga.



Sehingga tidak semua kawasan hutan bisa ditetapkan sebagai TAHURA meskipun hutan tersebut memiliki fungsi konservasi alam. Penetapan hutan sebagai kawasan konservasi harus sesuai dengan tujuan, fungsi, dan karakteristik tertentu.
Suatu kawasan bisa dijadikan TAHURA bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
  • Memiliki ciri khas dari sisi ekosistem, satwa atau tumbuhannya. Bisa asli ataupun buatan, baik ekosistemnya masih utuh maupun sudah berubah.
  • Kawasan tersebut memiliki keindahan alam atau gejala alam tertentu yang unik.
  • Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk perkembangan tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya.
Pengelolaan TAHURA dilakukan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Biasanya wewenang pengelolaan tergantung pada letak geografis dari TAHURA itu sendiri. Bila letaknya mencakup lebih dari satu wilayah administratif, misalnya dua kabupaten maka pengelolanya pemerintah provinsi.

 

Namun bila terletak dalam satu wilayah, pengelolaannya oleh pemerintah kabupaten/kota setempat. Selain sebagai kawasan pelestarian alam, taman hutan raya juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lainnya. Pemanfaatan ini diatur dalam peraturan pemerintah.

Secara umum, Taman Hutan Raya dapat dikelola untuk tujuan-tujuan sebagai berikut:
  • Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi.
  • Koleksi kekayaan keanekaragaman hayati.
  • Penyimpanan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam.
  • Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma nuftah.
  • Pembinaan populasi melalui penangkaran dalam rangka pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang semi alami.
  • Pemanfaatan tradisional oleh masayarakat setempat, dapat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.

KLASIFIKASI KATEGORI SPESIES LANGKA MENURUT IUCN RED LIST

IUCN (International Union for Conservation of Nature) Red List of Threatened Species atau disingkat IUCN Red List (Daftar Merah IUCN) adalah daftar yang membahas status konservasi berbagai jenis makhluk hidup seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dikeluarkan oleh IUCN. Daftar ini dikeluarkan pertama kali pada tahun 1948 dan merupakan panduan paling berpengaruh mengenai status keanekaragaman hayati.

IUCN kembali mengeluarkan rilis terbaru dari daftar merah spesies yang terancam (IUCN Red List of Threatened Species) dalam rangkaian acara IUCN World Parks Congress di Sydney, Australia, pada tanggal 17 November 2014. Update daftar bertepatan dengan ulang tahun IUCN yang ke-50.

Daftar merah IUCN tersebut dibuat berdasarkan 76.199 spesies yang diteliti kondisinya, dan menyimpulkan sebanyak 22.413 spesies dalam kondisi terancam punah. Hampir setengah dari spesies yang diteliti berada dalam kawasan lindung. Oleh karena itu, IUCN menghimbau perbaikan manajemen kawasan lindung untuk untuk menghentikan penurunan keanekaragaman hayati lebih lanjut.



Setiap update dari IUCN Red List memberikan petunjuk bahwa planet bumi terus kehilangan keanekaragaman yang luar biasa dari kehidupan, terutama karena tindakan destruktif untuk memuaskan selera kita yang berkembang dari sumber daya alam.

Kawasan lindung dan kawasan konservasi dapat memainkan peran penting dalam menjaga dan melestarikan spesies-spesies yang terancam punah. Para ahli memperingatkan bahwa spesies terancam punah (Endangered Species) kurang terdapat dalam kawasan lindung, dan pada kawasan yang tidak dilindungi menurun dua kali lebih cepat. Tanggung jawab kita adalah untuk meningkatkan jumlah kawasan lindung dan kawasan konservasi serta memastikan pengelolaanya efektif sehingga dapat berkontribusi untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati planet kita.

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa yang terancam punah. Pada tahun 2003, World Conservation Union mencatat 147 spesies mamalia, 114 burung, 91 ikan dan 2 invertebrata termasuk dalam hewan-hewan yang terancam punah.



Di dalam pelaksanaan CITES, jenis-jenis fauna dan dlora langka yang terancam punah dikelompokkan dalam tiga golongan dan disusun dalam suatu daftar lampiran (Appendix I,II, dan III). Lampiran (Appendix) yang memuat jenis-jenis fauna dan flora ini berkembang dari waktu ke waktu; dapat bertambah, berkurang atau berpindah katagori, dengan penetapan perubahan yang dilakukan pada setiap sidang pleno dari negara peserta CITES yang dilaksanakan dua tahun sekali. Saat ini daftar Appendix CITES telah mencatat lebih dari 2400jenis binatang dan sekitar 30.000 jenis tumbuhan yang terbagi ke dalam ketiga kriteria itu. Rincian mengenai katagori masing-masing Appendix tersaji berikut ini.
  • Appendix I : Memuat semua jenis flora dn fauna langka seluruh dunia yang terancam kepunahannya oleh adanya kegiatan perdagangan. Perdagangan dari spesimen jenis-jenis ini perlu diawasi secara ketat dan hanya dapat diijinkan dalam keadaan yang luar biasa sifatnya.
  • Appendix II : Semua jenis walaupun saat ini tidak terancam punah, akan tetapi mungkin menjadi terancam punah jika kegiatan perdagangan meluas. Oleh karena itu perlu peraturan untuk menjaga kelestariannya.
  • Appendix III : Meliputi jenis-jenis yang ditentukan oleh masing-masing negara peserta untuk diatur dalam batas kewenangannya.

Klasifikasi atau Kategori Status Konservasi dalam IUCN Redlist. Kategori konservasi berdasarkan IUCN Redlist versi 3.1 meliputi Extinct (EX; Punah); Extinct in the Wild (EW; Punah Di Alam Liar); Critically Endangered (CR; Kritis), Endangered (EN; Genting atau Terancam), Vulnerable (VU; Rentan), Near Threatened (NT; Hampir Terancam), Least Concern (LC; Berisiko Rendah), Data Deficient (DD; Informasi Kurang), dan Not Evaluated (NE; Belum dievaluasi).
  1. Extinct (EX; Punah) adalah status konservasi yag diberikan kepada spesies yang terbukti (tidak ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah mati. Dalam IUCN Redlist tercatat 723 hewan dan 86 tumbuhan yang berstatus Punah. Suatu spesies dinyatakan "punah" jika tidak ada keraguan lagi bahwa individu terakhir telah mati setelah survei keseluruhan gagal mencatat satu individu pun yang masih hidup. Survei keseluruhan dilakukan pada habitatnya yang diketahui pada waktu yang tepat (diurnal, musiman, tahunan) di semua riwayat wilayahnya, berdasarkan siklus hidup dan bentuk kehidupan spesies tersebut. Contoh satwa Indonesia yang telah punah diantaranya adalah; Harimau Jawa dan Harimau Bali.
  2. Extinct in the Wild (EW; Punah Di Alam) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang hanya diketahui berada di tempat penangkaran atau di luar habitat alami mereka. Suatu spesies dinyatakan "punah di alam liar" (extinct in the wild) jika diketahui hanya hidup dalam pembiakan, penangkaran, maupun sebagai populasi natuarlisasi di luar wilayah penyebaran aslinya. Dikatakan punah di alam liar jika setelah survei menyeluruh yang dilakukan di habitatnya yang diketahui, pada waktu yang tepat (diurnal, musiman, tahunan) di semua habitatnya di alam, berdasarkan siklus hidup dan bentuk kehidupan spesies tersebut. Dalam IUCN Redlist tercatat 38 hewan dan 28 tumbuhan yang berstatus Extinct in the Wild.
  3. Critically Endangered (CR; Kritis) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat. Dalam IUCN Redlist tercatat 1.742 hewan dan 1.577 tumbuhan yang berstatus Kritis. Contoh satwa Indonesia yang berstatus kritis antara lain; Harimau Sumatra, Badak Jawa, Badak Sumatera, Jalak Bali, Orangutan Sumatera, Elang Jawa, Trulek Jawa, Rusa Bawean.
  4. Endangered (EN; Genting atau Terancam) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan datang. Dalam IUCN Redlist tercatat 2.573 hewan dan 2.316 tumbuhan yang berstatus Terancam. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Banteng, Anoa, Mentok Rimba, Maleo, Tapir, Trenggiling, Bekantan, dan Tarsius.
  5. Vulnerable (VU; Rentan) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang. Dalam IUCN Redlist tercatat 4.467 hewan dan 4.607 tumbuhan yang berstatus Rentan. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Kasuari, Merak Hijau, dan Kakak Tua Maluku.
  6. Near Threatened (NT; Hampir Terancam) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau mendekati terancam kepunahan, meski tidak masuk ke dalam status terancam. Dalam IUCN Redlist tercatat 2.574 hewan dan 1.076 tumbuhan yang berstatus Hampir Terancam. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Alap-alap Doria, Punai Sumba,
  7. Least Concern (LC; Berisiko Rendah) adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun. Dalam IUCN Redlist tercatat 17.535 hewan dan 1.488 tumbuhan yang berstatus Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Ayam Hutan Merah, Ayam Hutan Hijau, dan Landak.
  8. Data Deficient (DD; Informasi Kurang), Sebuah takson dinyatakan “informasi kurang” ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat perkiraan akan risiko kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi. Dalam IUCN Redlist tercatat 5.813 hewan dan 735 tumbuhan yang berstatus Informasi kurang. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Punggok Papua, Todirhamphus nigrocyaneus,
  9. Not Evaluated (NE; Belum dievaluasi); Sebuah takson dinyatakan “belum dievaluasi” ketika tidak dievaluasi untuk kriteria-kriteria di atas. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Punggok Togian,

Klasifikasi atau Kategori status konservasi berdasarkan UICN Red List dapat memberikan gambaran tentang kepunahan populasi makhluk hidup di bumi ini.

PENGERTIAN DAN DEFINISI KONSERVASI GEN

Pengertian dan definisi dari KONSERVASI GEN adalah Perlindungan dan pemeliharaan variasi genetik dari suatu spesies dalam rangka menjaga sumberdaya genetik untuk tujuan penelitian dan pemuliaan di masa depan.

Pengertian Konservasi Gen In Situ (In Situ Gene Conservation) adalah Perlindungan variasi genetik dari suatu spesies pada tapak atau lingkungan asa/aslinya, misalnya dengan membangun Hutan Lindung (Forest Reserves). Konservasi ini biasanya dilakukan dalam bentuk taman nasional atau wilayah yang dilindungi misalnya kawasan konservasi laut atau kawasan konservasi laut daerah. Pada  metode konservasi in  situ, spesies  target  dijaga  di  dalam  ekosistem  di  mana spesies  berada  secara  alami;  tataguna  lahan  terbatas  pada  kegiatan  yang  tidak memberikan  dampak  merugikan  pada  tujuan  konservasi  habitat;  dan  regenerasi spesies target tanpa manipulasi manusia.

http://irwanto.info/blok-khusus-pada-kphp-wae-bubi-seram-timur-provinsi-maluku/

Pengertian Konservasi Gen Ex Situ (Ex Situ Gene Conservation) adalah Perlindungan variasi genetik dari suatu spesies di luar tapak atau lingkungan asal/aslinya, misalnya pembangunan hutan tanaman (Plantations). Konservasi Gen Ex Situ merupakan    proses    melindungi    spesies    mahluk hidup    (langka)    dengan mengambilnya  dari  habitat  yang  tidak  aman  atau  terancam  dan menempatkannya di  bawah  perlindungan  manusia.  Secara  in  vivo  konservasi ex  situ dilakukan dengan  mempertahankan  hidup  populasi  aktif  di  luar  lingkungan  asal  spesies.

Sedangkan secara in vitro konservas ex situ dapat berupa konservasi semen, oosit, embrio  atau  sel somatik  dalam  nitrogen  cair.  Konservasi  jenis ex  situ ini  dapat dilakukan  di gene  bank atau kebun  raya.  Di  dalam gene  bank, koleksi  dapat disimpan  dalam  bentuk  benih,  jaringan  secara in  vitro, atau  dalam  bentuk  kalus yang belum terdeferensiasi dalam nitrogen cair.


Pengertian Konservasi secara sederhana adalah pelestarian atau perlindunganKata konservasi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, Conservation (Inggris) yang artinya pelestarian atau perlindungan. Dalam ilmu lingkungan, Konservasi didefinisikan sebagai berikut :
  • Tindakan efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.
  • Usaha perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.
  • Kegiatan suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
  • Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.

Artikel Terkait :

Konservasi Sumber Daya Alam

http://suaramerdeka.com/foto_gaya/4f7c49b960b58d6986318915f288038e.jpg

Konservasi merupakan pengaturan pemanfaatan biosfer oleh manusia sehingga diperoleh hasil yang berkelanjutan bagi generasi sekarang dengan menjaga potensi untuk kebutuhan generasi mendatang.

Sumber Daya Alam Hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur alam hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem (Anonim, 1990).

Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilai (Undang-undang No. 5 1990).

Tujuan konservasi menurut undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya adalah mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejateraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Artikel Terkait :


Konservasi Sumber Daya Genetik


Hutan alam tropika di Indonesia dewasa ini menghadapi masalah kerusakan yang menjadi semakin parah karena adanya penebangan kayu secara besar-besaran dan kebakaran hutan yang terjadi setiap musim kemarau tiba. Kerusakan yang terjadi secara cepat menyebabkan banyak ahli kehutanan berpendapat bahwa hutan alam tropika di Indonesia akan segera punah, terutama di Sumatra dan Kalimantan.

Rusak/punahnya hutan alam tropika di Indonesia, selain tampak pada kerusakan fisik secara nyata juga tercakup di dalamnya sumber genetik tumbuhan yang merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh pada regenerasi hutan di masa yang akan datang. Padahal kelestarian hutan alam tergantung dari kemampuan hutan tersebut untuk meremajakan diri.
 
Kondisi tersebut membuat Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan untuk melakukan konservasi dan pelestarian sumber daya alam hayati pada prioritas utama. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mempertahankan biodiversitas yang merupakan landasan terciptanya stabilitas ekosistem. Biodiversitas memiliki arti tidak hanya berkaitan dengan jumlah jenis tetapi juga meliputi variasi dan keunikan gen tumbuhan beserta ekosistemnya.

Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk melakukan konservasi genetik, (1) Konservasi ex-situ, yang dikerjakan/dibangun di luar wilayah asal tanaman, meliputi kebun benih, kebun klon, bank klon, dan pertanaman uji provenans. Konservasi dengan cara ini sangat menguntungkan guna kepentingan pemuliaan dan program penghutanan kembali yang dikaitkan dengan peningkatan kualitas genetik.; (2) Konservasi in-situ, yang dikerjakan/dibangun di wilayah tanaman berasal. Secara teoritis, konservasi in-situ lebih menguntungkankan sebab selain jenis tumbuhan yang akan dikonservasi, juga termasuk di dalamnya habitat atau ekosistem dimana tumbuhan tersebut tumbuh dan berkembang juga ikut dipertahankan.

Kondisi asli ini akan menyebabkan tetap terkontrolnya interaksi genetik dengan lingkungannya, yang meliputi adaptasi dan evolusi populasi yang dikonservasi.
Keanekaragaman genetik pada sebuah hutan sesungguhnya merupakan sebuah hal yang kompleks, heterogen dan dinamis; keanekaragaman tersebut terwujud oleh adanya interaksi antara lingkungan secara fisik, sistem biologis hutan dan populasinya, serta pengaruh manusia dan lingkungan sosial sekitar hutan. Untuk melakukan konservasi atas hutan tersebut diperlukan kebijakan yang tepat sehingga dapat menguntungkan semua pihak.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan konservasi genetik yang diharapkan:
  1. Pertimbangan atas berbagai macam kepentingan konservasi dikaitkan dengan hak masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah konservasi. Konflik lahan yang seringkali terjadi pada kawasan hutan, dimana masyarakat sekitar hutan berusaha untuk menggarap tanah hutan dan diakui sebagai sebagai miliknya membuat pemerintah tidak dapat mengabaikan keberadaan mereka. Tidak adanya pendekatan yang tepat terhadap masyarakat akan menyebabkan setiap program yang direncanakan terhadap wilayah hutan akan mendapat hambatan yang serius. Hal ini bukan saja karena ketidaktahuan masyarakat, tetapi juga karena masyarakat mencoba untuk mendapatkan atau memperluas tanah garapannya. Kondisi semacam ini dapat diatasi apabila pemerintah berusaha untuk mengakomodasi kepentingan mereka sejalan dengan program yang direncanakan. Keikutsertaan masyarakat dalam program yang direncanakan diharapkan akan membuat masyarakat berpikir/mengerti akan kepentingannya sehingga turut mewujudkan atau paling tidak menjaganya;
  2. Kebijakan integrasi, koordinasi dan inovasi. Guna memperoleh hasil seperti yang diharapkan, maka harus ada wewenang dan tanggung jawab yang jelas antara pihak-pihak yang bekerja dalam lingkup kehutanan. Pemerintah yang berusaha melakukan konservasi hutan dan instansi swasta yang pada umumnya mementingkan aspek komersial, harus mengadakan integrasi dan koordinasi sehingga masing-masng pihak dapat mengambil keuntungan tanpa merugikan pihak yang lain dalam hal ini berkaitan dengan pengelolaan konservasi hutan.
  3. Kapasitas dan kerjasama antar institusi pemerintah. Program yang dicanangkan pemerintah, seringkali menimbulkan dampak yang tidak diharapkan dari adanya kebijakaan antar departemen yang saling berbenturan. Sebagai contoh, tidak jarang kebijakan pada bidang pertanian membuat program penghijauan kawasan hutan menjadi tidak mungkin dilaksanakan karena perubahan tata guna lahan secara sepihak. Hal seperti ini seharusnya bias dihindari apabila masing-masing departemen saling menghargai dan bias menyamakan persepsi atas status suatu lahan. Bahkan akan sangat menguntungkan apabila antar departemen melakukan kerjasama untuk mengelola lahan sehingga pemanfaatannya bias maksimal.
  4. Penunjukan secara tepat berkait dengan tipe konservasi yang sesuai. Untuk dapat memutuskan secara tepat tipe konservasi yang diperlukan, harus dipahami lebih dahulu bahwa ekosistem hutan sangat kompleks, baik menyangkut jenis-jenis tumbuhan yang ada di dalamnya, nilai ekonomi kayu atau tumbuhannya maupun status populasinya. Konservasi ek situ akan efektif dilakukan apabila memang saangat tidk dimungkinkan untuk melakukan konservasi in situ pada jenis yang diinginkan, atau terdapat ancaman kerawanan yang tinggi sehingga keamanan jenis tidak dapat dijamin pada lingkungan aslinya. Sedangkan konservasi insitu akan efektif dilakukan apabila fungsi dan proses ekosistem serta proses interaksi antar spesies dalam kawasan konservasi berjalan sesuai dengan sifat alaminya, tanpa gangguan, sehingga memunculkan karakteristik yang tepat untuk konservasi in situ.
  5. Pengembangan kebijakan konservasi yang terintegrasi. Mengingat pentingnya konservasi genetik maka pihak-pihak yang bergerak di bidang kehutanan, pemerintah maupun swasta, hendaknya menangani permasalahan ini secara khusus. Apabila perlu sangat dimungkinkan pelaksanaan konservasi genetik ini dengan melibatkan berbagai untur secara terpadu agar diperoleh hasil yang maksimal.

Artikel Terkait :

Konservasi EX SITU

komodo

Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia.

Kebun botani (raya), arboretum, kebun binatang dan aquarium merupakan metode konservasi ex situ konvensional; Fasilitas ini menyediakan bukan hanya tempat terlindung dari spesimen spesies langka tetapi juga memiliki nilai pendidikan. Fasilitas ini memberikan informasi bagi masyarakat mengenai status ancaman pada spesies langka dan faktor-faktor yang menimbulkan ancaman dan membahayakan kehidupan spesies.
Penyimpanan benih, metode konservasi ex situ yang lain, merupakan penyimpanan benih pada lingkungan yang terkendali. Dengan pengendalian temperatur dan kondisi kelembaban, benih beberapa spesies yang disimpan akan tetap viabel (mampu hidup) untuk beberapa dekade. Teknik ini merupakan konservasi yang utama pada tanaman pertanian dan mulai dipergunakan untuk spesies pohon hutan.

Bentuk yang paling umum untuk konservasi ex-situ untuk pohon adalah tegakan hidup. Tegakan seperti ini sering kali bermula dari koleksi sumber benih dan dipelihara untuk pengamatan. Ukuran tegakan mungkin berkisar dari spesimen dalam kebun botani (raya) dan arboretum, sampai dengan beberapa pohon ornamental pada plot-plot kecil, atau plot-plot yang lebih besar untuk pohon.
Ada beberapa kelemahan konservasi ex situ.

Konservasi exsitu ini sesungguhnya sangat bermanfaat untuk melindungi biodiversitas, tetapi jauh dari cukup untuk menyelamatkan spesies dari kepunahan. Metode ini dipengunakan sebagai cara terakhir atau sebab suplemen terhadap konservasi ini situ karena tidak dapat menciptakan kembali habitat secara keseluruhan: seluruh varisi genetik dari suatu spesies, pasangan simbiotiknya, atau elemen-elemennya, yang dalam jangka panjang, mungkin membantu suatu spesies beradaptasi pada lingkungan yang berubah. Sebalinya, konservasi ex situ menghilangkan spesies dari konteks ekologi alaminya, melindunginya di bawah kondisi semi-terisolasi di mana evolusi alami dan proses adaptasi dihentikan sementara atau dirubah dengan mengintroduksi spesimen pada habitat yang tidak alami. Dalam hal metode penyimpanan kriogenik, proses-proses adaptasi spesimen yang dipreservasi membeku keseluruhannya. Kelemahannya adalah bila spesimen ini dilepaskan ke alam, spesies mungkin kekurangan adaptasi genetik dan mutasi yang akan memungkinkannya untuk bertahan dalam habitat alami yang selalu berubah.

Di samping itu, teknik-teknik konservasi ex situ seringkali mahal, dengan penyimpanan kriogenik yang secara ekonomis tidak layak pada kebanyakan spesies. Bank benih tidak efektif untuk tumbuhan tertentu yang memiliki benih rekalsitran yang tidak tetap viabel dalam jangkan lama. Hama dan penyakit tertentu di mana spesies yang dikonservasi tidak memiliki daya tahan terhadapnya mungkin juga dapat merusakannya pada pertanaman ex situ dan hewan hidup dalam penangkaran ex situ. Faktor-faktor ini dikombinasikan dengan lingkingan yang spesifik yang diperlukan oleh banyak spesies, beberapa di antaranya tidak mungkin diciptakan kembali, membuat konservasi ex situ tidak mungkin dilakukan untuk banyak flora dan fauna langka di dunia.

Tetapi, bila suatu spesies benar-benar akan punah, konservasi ex situ menjadi satu-satunya pilihan yang tersisa. Lebih baik mepreservasi suatu spesies daripada membiarkan punah seluruhnya.

Artikel Terkait :

PENGERTIAN Konservasi IN SITU

Definisi dan Pengertian KONSERVASI INSITU adalah KONSERVASI yang dilakukan dalam ekosistemnya sendiri.

Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target "di tapak (on site)", dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada tapak yang sebelumnya ditempat oleh ekosistem tersebut.

http://www.irwantoshut.net/picture_indonesia_fauna.html

Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in situ mungkin termasuk regenerasi buatan bilamana penanaman dilakukan tanpa seleksi yang disengaja dan pada area yang sama bila benih atau materi reproduktif lainnya dikumpulkan secara acak.


Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri:
  1. Fase pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka terdapat secara alami;
  2. Tataguna lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak merugikan pada tujuan konservasi habitat;
  3. Regenerasi target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi hutan. 
http://www.irwantoshut.net/miracle_tree.html
Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare species) adalah penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable population areas) dari target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam spesies, beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi. Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada pemahaman beberapa interaksi ekologi, terutama hubungan simbiotik di antara tumbuhan atau hewan, penyebaran biji, jamur yang berasosiasi dengan akar dan hewan yang hidup di dalam ekosistem.

Artikel Terkait :

Definisi Plasma Nutfah


Masa organisme (flora dan fauna) yang masih membawa sifat sifat genetik asli. Plasma Nutfah merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupan secara turun termurun, sehingga populasinya mempunyai sifat yang membedakan dari populasi yang lainnya. Perbedaan yang terjadi itu dapat dinyatakan, misalnya dalam ketahanan terhadap penyakit, bentuk fisik, daya adaptasi terhadap lingkungannya dan sebagainya.
Sedangkan menurut Pengertian atau Definsi yang terdapat pada Kamus Pertanian adalah substansi sebagai sumber sifat keturunan yang terdapat di dalam setiap kelompok organisme yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit agar tercipta suatu jenis unggul atau kultivar baru.
Dari Pengertian dan Definisi tersebut dapat dilihat bahwa negara Indonesia memiliki plasma nutfah yang sangat besar, keanekaragaman jenis yang besar. Luasnya daerah wilayah penyebaran spesies, menyebabkan spesies-spesies tersebut menjadikan keanekaragaman plasma nutfah cukup tinggi. Masing-masing lokasi dengan spesies-spesies yang khas karena terbentuk dari lingkungan yang spesifik.

nasalis
Beraneka Fauna
Eksistensi beberapa plasma nutfah menjadi rawan dan langka, bahkan ada yang telah punah akibat pemanfaatan sumber daya hayati dan penggunaan lahan sebagai habitatnya. Semua ini disebabkan oleh perbuatan manusia. Kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan pun turut berperan dalam proses kepunahan plasma nutfah tersebut. Dengan semakin banyaknya permasalahan konservasi plasma nutfah terutama di daerah-daerah rawan erosi plasma nutfah perlu penanganan permasalahan tersebut tidak mungkin hanya ditangani Komisi Nasional Plasma Nutfah.

miracle tree
Beraneka Flora
Masalah lain yang tidak kalah penting adalah perangkat hukum tentang pengamanan hayati. Para pakar sangat mendukung upaya penyusunan peraturan hukum tentang pengamanan hayati, sesuai komitmen Protokol Cartagena 2000. Namun rancangan undang-undang (RUU) tersebut hendaknya diintegrasikan dan selaras dengan UU tentang pelestarian plasma nutfah.
Artikel Terkait :



ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer