MANFAAT DAMAR RESIN DARI DIPTEROCARPACEAE

Kekayaan flora hutan Indonesia sangat beranekaragam, dan terdapat berbagai jenis hasil hutan non kayu salah satunya adalah damar. Manfaat damar atau yang biasa juga disebut resin, adalah sebagai bahan baku industri. Kualitas resin damar yang rendah dimanfaatkan pabrik cat bermutu rendah di Indonesia sedangkan mutu yang baik diekspor terutama ke Singapura. Dari Singapura, setelah diproses kemudian diekspor  sebagai insens atau bahan dasar industri cat, tinta, dan vernis di negara-negara maju. Sebagian kecil diekspor ke Indonesia untuk industri batik dan membuat insens berkualitas rendah.  Dewasa ini, Kalimantan dan terutama Sumatera Selatan merupakan  penghasil utama resin damar yaitu 80% dari total produksi.




Damar adalah resin yang diperoleh dari beberapa jenis pohon dari marga Dipterocarpaceae diantaranya meranti (Shorea spp). Resin tersebut dipanen dengan menyadap batang pohon yang masih hidup. Di Maluku terdapat 4 jenis damar yaitu damar mata kucing, damar pilau, damar batu dan damar daging dengan potensi rata-rata selama 5 tahun terakhir berkisar antara 20.000  kg s/d 715.000 kg (Anonim 2007). Penyebarannya diwilayah Seram Bagian Barat. Damar dihasilkan dari tumbuhan yang sakit atau mengalami kerusakan pada kayu gubalnya (Appanah dan Trumbull, 1998).

Resin damar dikelompokkan menjadi resin cair dan resin padat. Resin cair mengandung resin dan minyak esensial (oleresin) berwujud cair dan memiliki aroma yang khas. Resin padat adalah resin berbentuk padat karena sebagian kecil minyak esensialnya telah menguap. Resin padat mudah pecah atau patah (Appanah dan Trumbull, 1998). Resin damar mengandung asam gurjunik (C22H34O4) dan sejumlah naptha yang mudah menguap dan mengkristal.  Sifat fisik yang unik dari minyak damar adalah pada suhu 30oC  berubah menjadi gelatin.

Dalam tradisi masyarakat, resin damar dijadikan bahan bakar lampu, penambal perahu dan kerajinan tangan. Resin ini digunakan sebagai campuran resin aromatik, berupa styrax benzoin yang dimanfaatkan sebagai  bahan baku kemenyan dan disinfektan fumigan. Di luar Maluku dalam skala industri, resin damar dimanfaatkan pula sebagai bahan baku semir, kertas karbon, pita mesin ketik, plastik, vernis dan bantalan objek mikroskopik. Damar dapat juga digunakan sebagai bahan pelapis dinding, perekat kayu lapis dan asbes.



Resin damar dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk diare dan disentri, salep untuk penyakit kulit dan penyembuhan gangguan pendengaran, kerusakan gigi, sakit mata, bisul dan luka (Appanah dan Trumbull, 1998). Secara teknis, dapat digunakan sebagai bahan cat, celupan batik, lilin, tinta cetak, linoleum dan kosmetik. Triterpenes yang diisolasi dari damar telah digunakan sebagai media antivirus pada budidaya in vitro untuk penyakit Herpes simplex virus tipe I  dan II (Poehland et al, 1996).

Ada Masyarakat yang belum mengetahui pemanfaatan resin damar sebagai bahan baku industri, selain hanya secara tradisi digunakan untuk penerangan sehari hari. Resin damar dijual masih dalam bentuk bahan mentah dan belum diolah lebih lanjut. Teknik memanen dan mengolahnya masih secara konvensional, sehingga harga jualnya tidak menguntungkan selain belum ada pasar untuk menampungnya.

Sosialisasi kepada pemilik lahan damar tentang resin dan teknik memanen, seleksi dan gradingnya sangat perlu dilakukan. Pelatihan dan magang ke Sumatera Selatan sebagai kawasan yang berhasil dalam menghasilkan resin damar dapat memotivasi para petani untuk mengelola damarnya lebih baik dan berkualitas. Sebagai salah hasil hutan bukan kayu, maka sumber daya hutan tersebut harus dilestarikan melalui penanaman kembali pohon damar selain cara memanen yang harus mencegah kematian pohon yang bersangkutan.

Sumber :
Manuhuwa, E, 2009. Hasil hutan bukan kayu Sebagai bagian dari pembangunan Hutan di Maluku. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon. 

POTENSI, PENYEBARAN DAN TEMPAT TUMBUH GAHARU


Gaharu termasuk hasil hutan non kayu yang merupakan potensi alami Hutan Indonesia. Penyebaran pohon yang dapat menghasilkan gaharu di Indonesia adalah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara. Di Maluku, gaharu lebih banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Barat Daya. 

Gaharu adalah resin yang diperoleh dari hasil infeksi  mikroba pada pohon dari famili Thymeleacea, Leguminoceae dan Euforbiacea. Di Indonesia terdapat 16 jenis pohon yang dapat menghasilkan gaharu diantaranya 6 jenis tumbuh di wilayah  Maluku (Sumarna, 2002 dalam Manuhuwa, 2009).   Diantara 6 jenis tersebut, terdapat 3 (tiga) jenis yang berkualitas baik yaitu Aquilaria malaccensis, Aquilaria filarial dan Aetoxylon sympethallum.



Jenis yang  dikategorikan berkualitas tersebut menghasilkan resin  dengan aroma yang khas. Gaharu dimanfaatkan untuk industri wewangian dan obat-obatan.

Jenis pohon penghasil gaharu dapat tumbuh pada ketinggian 0-2400 m dpl,  beriklim panas dengan suhu 28°-34°C, kelembaban 60-80% dan curah hujan 1000-2000 mm/tahun, struktur dan tekstur tanah yang subur, sedang maupun ekstrim. Tanaman penghasil gaharu dapat tumbuh pada hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah dan hutan pegunungan dengan tesktur  tanah berpasir bahkan pada  celah-celah bebatuan.



Panen Gaharu

Pohon yang akan dipungut gaharunya ditandai oleh beberapa hal berikut ini,
  • Daun pada tajuk pohon menguning secara bertahap.
  • Daun yang menguning tersebut mulai rontok
  • Ranting kehilangan daun dan mulai mengering
  • Pertumbuhan pohon terhenti dan kulit batang mulai mengering dan kehilangan air
  • Ranting dan cabang mulai merangas dan mudah patah.
  • Kulit batang lebih mudah terkelupas dan pecah
  • Batang, cabang dan ranting berwarna putih serta berserat coklat kehitaman dengan teras kayu berwarna merah kecoklatan atau hitam bila kulitnya dikupas.
  • Bila dibakar, kulit kupasan mengeluarkan aroma harum yang khas.
Gaharu dipanen dengan cara mengerut bagian batang yang terinfeksi secara bertahap atau memotong seluruh bagian tanaman (akar, batang, cabang dan ranting) dengan cara ditebang dan akarnya digali. Bagian pohon yang dipanen, dicacah dan diseleksi berdasarkan warna dan kualitas. (Manuhuwa, 2009).

Artikel Terkait :

JUAL BIBIT GAHARU

JUAL BIBIT GAHARU

PENGERTIAN DAN DEFINISI HASIL HUTAN BUKAN KAYU


Pengertian dan Definisi Hasil Hutan Bukan Kayu atau Hasil Hutan Non Kayu Menurut Badan Pangan Dunia (FAO), adalah hasil-hasil biologi selain kayu yang diperoleh dari hutan. Terdapat banyak istilah yang dipakai seperti hasil hutan ikutan, hasil hutan sekunder, hasil hutan special, dll. Beberapa contoh yang dimaksudkan dengan hasil hutan bukan kayu adalah hasil-hasil yang dapat dimakan (seperti kacang-kacangan, jamur, buah, herba, bumbu dan rempah-rempah, tanaman beraroma, dan satwa), serat (yang digunakan untuk konstruksi, mebel, pakaian dan perkakas), damar, resin, serta hasil tanaman dan binatang yang digunakan untuk obat, kosmetik dan kepentingan budaya.

Hasil hutan bukan kayu telah lama diketahui menjadi komponen penting dari kehidupan masyarakat sekitar hutan. Bagi sebagian besar penduduk, hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumber daya penting dibandingkan kayu. Beberapa juta rumahtangga didunia ini, menggantungkan hidupnya terutama pada hasil hutan bukan kayu sebagai kebutuhan sampingan (subsisten) dan atau sebagai sumber pendapatan utama. FAO menaksir 80% penduduk Negara berkembang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu untuk kesehatan dan sumber nutrisi dan satu satunya sumber bagi perempuan rumah tangga miskin untuk dijadikan uang dan manfaat langsung dari hasil hutan bukan kayu.

    Artikel Terkait :

      HUTAN MANGROVE sering disebut Hutan Bakau, Hutan Payau atau Hutan Pasang Surut

      Gambar Hutan Mangrove dengan Bentuk Perakaran yang Khusus

      Hutan Mangrove sering disebut juga hutan bakau, hutan payau atau hutan pasang surut, merupakan suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut. Pengertian dan definisi ini sering dipakai untuk menggambarkan hutan mangrove secara keseluruhan dengan jenis-jenis yang terdapat didalamnya.

      Hutan mangrove terdapat di daerah tropis dan sub tropis di sepanjang pantai yang terlindung dan di muara sungai. Sebagai daerah peralihan antara darat dan laut, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang berat; sehingga hanya jenis-jenis tertentu yang memiliki toleransi terhadap kondisi lingkungan seperti itulah yang dapat bertahan hidup dan berkembang.

      Vegetasi hutan mangrove umumnya terdiri dari jenis-jenis yang selalu hijau (evergreen plant) dari beberapa famili. Untuk adaptasi terhadap kondisi yang ekstrim, maka jenis-jenis tersebut mempunyai bentuk-bentuk perakaran yang khusus. Sonneratia spp, Avicennia spp dan Xylocarpus spp mempunyai akar horisontal; Bruguiera spp dan Lumnitzera spp berakar tunjang, sedangkan Ceriops spp tidak mempunyai bentuk perakaran yang khusus tetapi akarnya terbuka dan bagian bawah batangnya mempunyai lenti sel yang besar.

      Hutan mangrove di Indonesia tersebar di daerah-daerah pantai dan muara dari banyak pulau yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara dan yang terluas adalah di Papua.


      Artikel Terkait :
      1. Definisi Mangrove
      2. Peranan, Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove
      3. Zonasi dan Syarat Pertumbuhan Mangrove
      4. Zonasi Hutan Mangrove Menurut Komposisi Jenis
      5. Jenis Perakaran Akar Nafas (Pneumatophore) Pada Hutan Mangrove.
      6. Suksesi Hutan Mangrove
      7. Manfaat Hutan Mangrove Teluk Kotania Kabupaten Seram Barat Maluku
      8. Jenis - Jenis Tumbuhan Mangrove
      9. Penyebaran Hutan Mangrove
      10. Struktur Hutan Mangrove
      11. Komposisi Jenis dan Zonasi Hutan Mangrove
      12. Zonasi Hutan Mangrove Andaman
      13. Sistim Silvikultur Hutan Mangrove
      14. Gambar-Gambar Hutan Mangrove
      15. Hutan Mangrove dan Manfaatnya
      16. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove
      17. Perbanyakan Mangrove dengan Sistem Cangkok dalam Upaya Regenerasi Mangrove
      18. Konservasi Mangrove sebagai Pendukung Sumberhayati Perikanan Pantai
      19. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat
      20. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
      21. Pembuatan Tanaman Rehabilitasi Hutan Mangrove
      22. Vegetasi-vegetasi di Tepi Pantai.
      23. Manfaat Hutan dalam Perdagangan Karbon

      PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRI DI INDONESIA

      Jumlah Penduduk Indonesia pada tahun 2012 sekitar 244.000.000 jiwa, warga bermata pencaharian sebagai petani saat ini masih dominan, yakni 39 % terdiri dari berbagai kelompok etnis sehingga muncul aneka-ragam pilihan sistem usahatani.

      Semua unsur ini menjadi pendorong proses penerapan bermacam-macam sistem agroforestri. Sekarang ini sistem agroforestri sepertinya hanya diterapkan oleh petani-petani kecil. Usaha-usaha agroforestri kebanyakan bisa ditemukan di sekitar pemukiman penduduk. Sekeliling rumah merupakan tempat yang cocok untuk melindungi dan membudidayakan tumbuhan hutan, karena memudahkan pengawasannya.

      Kebun-kebun pekarangan (homegarden) memadukan berbagai sumberdaya tanaman asal hutan dengan jenis-jenis tanaman eksotis yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, seperti buah-buahan, sayuran dan tanaman untuk penyedia bumbu dapur (Bhs. Jawa : empon-empon), tanaman obat, serta jenis tanaman yang diyakini memiliki kegunaan gaib. Sebagai contoh, menurut kepercayaan di Jawa ranting pohon kelor (Moringa pterygosperma Gaerttn.) dapat digunakan untuk menghilangkan kekebalan seorang yang ber’ilmu’, ranting bambu kuning dapat digunakan untuk mengusir ular, dan sebagainya.

      Seperti telah disebutkan di atas, kebun pekarangan di Jawa memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman khas pertanian. Semakin banyak campur tangan manusia membuat kebun itu menjadi semakin artifisial (sistem buatan yang tidak alami).

      Kekhasan vegetasi hutan seringkali masih bisa ditemukan, misalnya dapat dijumpai berbagai jenis tumbuhan bawah seperti berbagai macam pakis (fern), atau epiphyte (misalnya anggrek liar). Kekayaan jenisnya bervariasi, beberapa pekarangan yang tidak terlalu banyak campur tangan pemiliknya memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi, yang dapat mencapai lebih dari 50 jenis tanaman pada lahan seluas 400 m2 (Karyono, 1979 ; Michon, 1985). Bila diperhatikan dari struktur kanopi tajuknya, kebun-kebun itu memiliki lapisan/strata tajuk bertingkat (multi-strata) mirip dengan yang dijumpai di hutan. Kemiripan dengan kanopi hutan ini menyebabkan estimasi luasan hutan berdasarkan hasil foto udara menjadi kurang dapat dipercaya.

      Di Maluku, khususnya di desa Uwen Seram Bagian Barat, Masyarakat memanfaatkan lahan dengan menanam dan mengkombinasikan berbagai jenis tanaman, baik berbentuk sistem agroforestri sederhana atau pun sistem agroforestri kompleks sehingga lahan mereka mirip dengan ekosistem hutan.
      Kebun yang dekat dengan pemukiman lebih banyak menggunakan sistem tumpang sari : jenis tanaman perkebunan dan tanaman pertanian, misalnya ”kelapa – coklat” atau ”kelapa – nenas”, selain itu terdapat kombinasi lebih dari dua jenis tanaman misalnya ”kelapa – nenas – pisang” (Irwanto, 2008).




      Sesuai dengan jenis kebunnya, tingkat lapisan tajuk vegetasi dapat dibedakan menjadi 3 sampai 5 tingkat, mulai dari lapisan semak (sayuran, cabai, umbi-umbian), perdu (pisang, pepaya, tanaman hias) hingga lapisan pohon tinggi (sampai lebih 35 m, misalnya damar, durian, duku). Proses reproduksi sistem yang menyerupai hutan ini lebih banyak mengikuti kaidah alam daripada teknik-teknik budidaya perkebunan. Sebagai contoh, kasus terbentuknya damar agroforestri di Krui.

      Artikel Terkait :

      PENGERTIAN DEFINISI SISTEM AGROFORESTRI KOMPLEKS: Hutan dan Kebun

      Pengertian dan definisi Sistem Agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan.

      Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforest (Icraf, 1996).

      Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistim agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan ‘agroforest’, yang biasanya disebut ‘hutan’ yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta, 2000). Contohnya ‘hutan damar’ di daerah Krui, Lampung Barat atau ‘hutan karet’ di Jambi.



      DEFINISI DAN PENGERTIAN HASIL HUTAN NON KAYU


      Definisi dan pengertian dari hasil hutan non kayu adalah semua jenis hasil hutan, kecuali kayu. Pengertian kayu adalah termasuk kayu bakar.

      Hasil hutan non kayu secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
      1. Golongan nabati (segala bentuk hasil diperoleh dari tumbuh-tumbuhan).
      2. Golongan hewani (berupa hewan, bagian dari hewan dan yang dihasilkan dari hewan)
      Hasil hutan non kayu golongan nabati termasuk dalam pengertian hasil hutan non kayu secara sempit dibagi dalam golongan :
      • bahan karet atau lateks
      • gula, kanji dan sebagainya,
      • minyak dan lemak,
      • resin (harsa atau arpus)
      • bahan penyamak
      • alkoloid
      • dan lain-lain.

      Artikel Terkait :

      PENGERTIAN DAN DEFINISI HASIL HUTAN


      Pengertian dan definisi Hasil Hutan adalah semua benda hayati yang berasal dari hutan disebut hasil hutan. Benda hanyati itu dapat berupa nabati atau hewani. Pengertian ini merupakan pengertian secara luas, sedangkan pengertiannya secara sempit adalah yang berupa nabati saja. Hasil hutan nabati dapat dibagi lagi menjadi kayu dan bukan kayu (non kayu).

      Selain itu hutan juga menghasilkan produk-produk lain seperti jasa lingkungan. Hutan dikenal sebagai penghasil oksigen yang memberi kehidupan bagi mahluk hidup di bumi, sehingga sering disebut paru-paru dunia. Hasil yang tidak langsung dari hutan yang memberi manfaat seperti
      • Pengatur sistem tata air (debit air, erosi, banjir, kekeringan),
      • Mengontrol pola iklim (suhu, kelembaban, penguapan/evapotranspirasi)
      • Mengontrol pemanasan bumi (Global Warming)
      • Ekowisata (rekreasi, berburu, camping dll)
      • Laboratorium plasma nutfah (taman nasional, kebun raya dll)
      • Pusat pendidikan dan penelitian
      • Sumber bahan pendukung industri-industri kimia (pewarna, terpen, kosmetik, obat-obatan, tekstil dll).
      • Menghasilkan devisa lewat program CDM dan REDD. 

      Artikel Terkait :

      SIFAT-SIFAT AKAR TUMBUHAN


      Akar merupakan bagian tumbuhan yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Selaku organ dari bagian mahluk hidup, akar tumbuhan mempunyai sifat-sifat tertentu yang dapat menunjukan karakteristiknya masing-masing. Beberapa sifat-sifat dari akar dapat dijelaskan sebagai berikut :
      • Akar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat di dalam tanah, dengan arah tumbuh ke pusat bumi (geotrop) atau menuju ke air (hidrotrop), meninggalkan udara dan cahaya 
      • Tidak berbuku-buku, jadi juga tidak beruas dan tidak mendukung daun-daun atau sisik-sisik maupun bagian-bagian lainnya Warna tidak hijau, biasanya keputih-putihan atau kekuning-kuningan. 
      • Tumbuh terus pada ujungnya, tetapi umumnya pertumbuhannya masih kalah pesat jika dibandingkan dengan bagian permukaan tanah 
      • Bentuk ujungnya seringkali meruncing, hingga lebih mudah untuk menembus tanah

      AKAR LINGKAR (Root Wrenching)


      Akar Lingkar atau Root Wrenching merupakan perkembangan akar yang tidak dapat masuk jauh ke dalam tanah, tetapi hanya melingkar di dekat permukaan. Perkembangaan akar banya ditentukan oleh tingkat kesuburan tanah. Sebagai akibat dari ketersediaan hara yang kurang terhadap perkembangan akar, maka perkembangan akar hanya terjadi pada lapisan tanah paling atas yang subur. Hal ini untuk mendorong perkembangan sistem perakaran berada di dekat permukaan tanah.


      ENDEMIK DAERAH

      JURNAL PENELITIAN

      Paling Populer