Showing posts with label agroforestri sederhana. Show all posts
Showing posts with label agroforestri sederhana. Show all posts

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRI DI INDONESIA

Jumlah Penduduk Indonesia pada tahun 2012 sekitar 244.000.000 jiwa, warga bermata pencaharian sebagai petani saat ini masih dominan, yakni 39 % terdiri dari berbagai kelompok etnis sehingga muncul aneka-ragam pilihan sistem usahatani.

Semua unsur ini menjadi pendorong proses penerapan bermacam-macam sistem agroforestri. Sekarang ini sistem agroforestri sepertinya hanya diterapkan oleh petani-petani kecil. Usaha-usaha agroforestri kebanyakan bisa ditemukan di sekitar pemukiman penduduk. Sekeliling rumah merupakan tempat yang cocok untuk melindungi dan membudidayakan tumbuhan hutan, karena memudahkan pengawasannya.

Kebun-kebun pekarangan (homegarden) memadukan berbagai sumberdaya tanaman asal hutan dengan jenis-jenis tanaman eksotis yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, seperti buah-buahan, sayuran dan tanaman untuk penyedia bumbu dapur (Bhs. Jawa : empon-empon), tanaman obat, serta jenis tanaman yang diyakini memiliki kegunaan gaib. Sebagai contoh, menurut kepercayaan di Jawa ranting pohon kelor (Moringa pterygosperma Gaerttn.) dapat digunakan untuk menghilangkan kekebalan seorang yang ber’ilmu’, ranting bambu kuning dapat digunakan untuk mengusir ular, dan sebagainya.

Seperti telah disebutkan di atas, kebun pekarangan di Jawa memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman khas pertanian. Semakin banyak campur tangan manusia membuat kebun itu menjadi semakin artifisial (sistem buatan yang tidak alami).

Kekhasan vegetasi hutan seringkali masih bisa ditemukan, misalnya dapat dijumpai berbagai jenis tumbuhan bawah seperti berbagai macam pakis (fern), atau epiphyte (misalnya anggrek liar). Kekayaan jenisnya bervariasi, beberapa pekarangan yang tidak terlalu banyak campur tangan pemiliknya memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi, yang dapat mencapai lebih dari 50 jenis tanaman pada lahan seluas 400 m2 (Karyono, 1979 ; Michon, 1985). Bila diperhatikan dari struktur kanopi tajuknya, kebun-kebun itu memiliki lapisan/strata tajuk bertingkat (multi-strata) mirip dengan yang dijumpai di hutan. Kemiripan dengan kanopi hutan ini menyebabkan estimasi luasan hutan berdasarkan hasil foto udara menjadi kurang dapat dipercaya.

Di Maluku, khususnya di desa Uwen Seram Bagian Barat, Masyarakat memanfaatkan lahan dengan menanam dan mengkombinasikan berbagai jenis tanaman, baik berbentuk sistem agroforestri sederhana atau pun sistem agroforestri kompleks sehingga lahan mereka mirip dengan ekosistem hutan.
Kebun yang dekat dengan pemukiman lebih banyak menggunakan sistem tumpang sari : jenis tanaman perkebunan dan tanaman pertanian, misalnya ”kelapa – coklat” atau ”kelapa – nenas”, selain itu terdapat kombinasi lebih dari dua jenis tanaman misalnya ”kelapa – nenas – pisang” (Irwanto, 2008).




Sesuai dengan jenis kebunnya, tingkat lapisan tajuk vegetasi dapat dibedakan menjadi 3 sampai 5 tingkat, mulai dari lapisan semak (sayuran, cabai, umbi-umbian), perdu (pisang, pepaya, tanaman hias) hingga lapisan pohon tinggi (sampai lebih 35 m, misalnya damar, durian, duku). Proses reproduksi sistem yang menyerupai hutan ini lebih banyak mengikuti kaidah alam daripada teknik-teknik budidaya perkebunan. Sebagai contoh, kasus terbentuknya damar agroforestri di Krui.

Artikel Terkait :

PENGERTIAN DEFINISI SISTEM AGROFORESTRI KOMPLEKS: Hutan dan Kebun

Pengertian dan definisi Sistem Agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan.

Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforest (Icraf, 1996).

Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistim agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan ‘agroforest’, yang biasanya disebut ‘hutan’ yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta, 2000). Contohnya ‘hutan damar’ di daerah Krui, Lampung Barat atau ‘hutan karet’ di Jambi.



ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer