Teori Continental drift adalah teori yang menerangkan bahwa pada zaman sebelumnya, kurang lebih 200 juta tahun, semua benua pernah bersatu dalam satu dataran besar. Kemudian benua itu terpisah sesuai dengan bukti-bukti secara geomorfologis, geofisika, magnetis bumi, usia batu-batuan dan oceanografi.
Menurut Wilson (1963), dataran purba merupakan superkontinen, dimana pada permulaan Zaman Kapur (± 120 juta tahun yang lalu) mengalami keretakan yang berakibat timbulnya Lautan Atlantik. Retakan lain terjadi lebih kurang 160 juta tahun lalu, yang memisahkan Afrika dari India dan Australia serta memisahkan Australia dengan Antartika.
Di samping itu, iklim sangat berperan juga dalam penyebaran flora. Terjadinya iklim ekstrem atau perubahan besar mengakibatkan musnahnya migrasi, adaptasi dan evolusi flora.
Masyarakat hutan merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh, juga merupakan masyarakat yang dinamis, yang terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh tumbuhan. Tahap tersebut antara lain adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan serta reaksi terhadap tempat tumbuh serta stabilisasi. Proses inilah yang disebut suksesi. Suksesi ini merupakan hasil dari tumbuhan itu sendiri, dalam arti bahwa tumbuhan yang berada dalam daerah tersebut suatu saat mampu mengubah lingkungannya, seperti tanah, tumbuhan dan iklim mikro di atasnya. Hal ini akan membuat spesies lebih mudah menyesuaikan diri daripada tumbuhan itu sendiri.
Suatu masyarakat hutan akan mengalami perkembangan dan proses penuaan yang terjadinya dipengaruhi faktor-faktor tempat tumbuh dan reaksi dari vegetasi terhadap tempat tumbuh tersebut. Proses perkembangan masyarakat hutan inilah dinamakan suksesi hutan. Tidak banyak manusia mengetahui bahwa tumbuhan seperti hutan alam tropika basah yang tumbuh dengan mewahnya di Indonesia adalah melalui bentukan proses suksesi yang berlangsung selama berpuluh bahkan beratus tahun lamanya.
Perubahan ini tidak terjadi begitu saja tetapi dapat diramalkan pola dan arahnya untuk suatu lokasi dan masyarakat tumbuhannya. Sejak awal suksesi sampai terjadinya stabilisasi atau keseimbangan dinamis dengan lingkungan, telah terjadi pergantian masyarakat tumbuh-tumbuhan sehingga nantinya akan terbentuk masyarakat tumbuhan yang sudah mantap yang disebut vegetasi klimaks, misalnya hutan tropika basah, hutan musim jati dan hutan bakau.
Suatu contoh kejadian adalah di lereng gunung yang pada suatu waktu tertentu mengalami bencana meletusnya gunung berapi. Lereng tersebut akan tertutup dengan bahan-bahan vulkanik dari hasil letusan gunung, sehingga tidak ada satu tumbuh-tumbuhan pun yang bisa hidup di atas batuan baru. Hal ini disebabkan mineral-mineral batuan yang dibutuhkan tumbuhan dalam hidupnya belum terurai. Karena batuan mulai lapuk oleh cuaca dari tahun ke tahun, tumbuh-tumbuhan mulai bermunculan. Yang mulai mampu tumbuh dan mendiami daerah tersebut hanyalah tumbuhan yang mampu menyesuaikan dengan batuan vulkanis muda.
Hal ini diakibatkan oleh adanya angin keras yang membawa biji-bijian dan spora yang terperangkap dalam rekahan dan celah di bawah di antara batu-batuan. Tumbuhan sebangsa ganggang, cendawan dan lumut kerak (Lichenes), lumut hati dan lumut daun, adalah makhluk perintis kehidupan yang tangguh dan terkhususkan. Lumut kerak sisa yang ditinggalkan mengalami proses yang lambat-laun mampu membentuk kandungan organik berupa selaput humus. Kemudian bersama unsur-unsur iklim dan cuaca, mereka mengalami pelapukan dan perubahan-perubahan pada batu-batuan dan unsur-unsur fisik lainnya, sehingga membentuk lingkungan fisik yang lebih cocok bagi tumbuhan pelopor jenis lainnya.
Dengan demikian, apabila mati, tumbuhan jenis lain tersebut akan bermanfaat sebagai hara bagi tumbuhan selanjutnya yang akan menggantikan tumbuhan sebelumnya yang kurang cocok dengan situasi baru. Spesies yang mati tersebut dimungkinkan karena terlalu dini memasuki daerah baru, yakni pada waktu habitatnya belum mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ada juga tumbuhan yang tumbuhnya lambat meskipun lingkungannya sesuai, hanya saja unsur penunjang hidupnya tidak terikut pada saat pindah ke tempat yang baru tersebut. Umumnya suksesi daratan tersebut akan berkembang dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan tingkat rendah (Cryptogamae), tumbuh-tumbuhan herba (terna), semak, perdu dan pohon. Apabila tumbuhan yang tinggi mulai meneduhi tumbuhan rendah, maka akan ada tumbuhan yang mati karena kekurangan sinar. Akan tetapi ada juga yang justru lebih kuat pertumbuhannya karena sifat hidupnya tidak tergantung pada sinar. Ini berarti bahwa pohon-pohon tinggi tersebut merupakan pengendali bagi tumbuhan di bawah dan di sekitarnya sebelum pada akhirnya sampai pada hutan klimaks.
Dengan kata lain, proses suksesi tersebut berjalan terus sampai pada akhirnya terbentuk keseimbangan (klimaks), yaitu komunitas hutan. Jenis klimaks yang terbentuk sebagai hasil suksesi tergantung pada iklim daerah secara menyeluruh, dimana klimaks tersebut selalu berada dalam keadaan seimbang dan mantap. Keadaan ini akan bertahan selama iklim dan mutu tanah tidak mengalami perubahan dan selama tidak terjadi kemunduran nilai faktor penunjang.
Adanya masyarakat hutan yang terjadi dengan stabil tidak berarti bahwa perubahan-perubahan tidak terjadi di dalamnya. Pohon-pohon tua yang tumbang dan mati, misalnya, tetap akan menghasilkan anakan-anakan pohon. Begitu pula jika terjadi gangguan intensif dari luar seperti kebakaran berulang kali, serangan hama dan penyakit secara besar-besaran, maupun penebangan habis dalam praktek kehutanan.
Menurut Wilson (1963), dataran purba merupakan superkontinen, dimana pada permulaan Zaman Kapur (± 120 juta tahun yang lalu) mengalami keretakan yang berakibat timbulnya Lautan Atlantik. Retakan lain terjadi lebih kurang 160 juta tahun lalu, yang memisahkan Afrika dari India dan Australia serta memisahkan Australia dengan Antartika.
Di samping itu, iklim sangat berperan juga dalam penyebaran flora. Terjadinya iklim ekstrem atau perubahan besar mengakibatkan musnahnya migrasi, adaptasi dan evolusi flora.
Masyarakat hutan merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh, juga merupakan masyarakat yang dinamis, yang terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh tumbuhan. Tahap tersebut antara lain adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan serta reaksi terhadap tempat tumbuh serta stabilisasi. Proses inilah yang disebut suksesi. Suksesi ini merupakan hasil dari tumbuhan itu sendiri, dalam arti bahwa tumbuhan yang berada dalam daerah tersebut suatu saat mampu mengubah lingkungannya, seperti tanah, tumbuhan dan iklim mikro di atasnya. Hal ini akan membuat spesies lebih mudah menyesuaikan diri daripada tumbuhan itu sendiri.
Suatu masyarakat hutan akan mengalami perkembangan dan proses penuaan yang terjadinya dipengaruhi faktor-faktor tempat tumbuh dan reaksi dari vegetasi terhadap tempat tumbuh tersebut. Proses perkembangan masyarakat hutan inilah dinamakan suksesi hutan. Tidak banyak manusia mengetahui bahwa tumbuhan seperti hutan alam tropika basah yang tumbuh dengan mewahnya di Indonesia adalah melalui bentukan proses suksesi yang berlangsung selama berpuluh bahkan beratus tahun lamanya.
Perubahan ini tidak terjadi begitu saja tetapi dapat diramalkan pola dan arahnya untuk suatu lokasi dan masyarakat tumbuhannya. Sejak awal suksesi sampai terjadinya stabilisasi atau keseimbangan dinamis dengan lingkungan, telah terjadi pergantian masyarakat tumbuh-tumbuhan sehingga nantinya akan terbentuk masyarakat tumbuhan yang sudah mantap yang disebut vegetasi klimaks, misalnya hutan tropika basah, hutan musim jati dan hutan bakau.
Suatu contoh kejadian adalah di lereng gunung yang pada suatu waktu tertentu mengalami bencana meletusnya gunung berapi. Lereng tersebut akan tertutup dengan bahan-bahan vulkanik dari hasil letusan gunung, sehingga tidak ada satu tumbuh-tumbuhan pun yang bisa hidup di atas batuan baru. Hal ini disebabkan mineral-mineral batuan yang dibutuhkan tumbuhan dalam hidupnya belum terurai. Karena batuan mulai lapuk oleh cuaca dari tahun ke tahun, tumbuh-tumbuhan mulai bermunculan. Yang mulai mampu tumbuh dan mendiami daerah tersebut hanyalah tumbuhan yang mampu menyesuaikan dengan batuan vulkanis muda.
Hal ini diakibatkan oleh adanya angin keras yang membawa biji-bijian dan spora yang terperangkap dalam rekahan dan celah di bawah di antara batu-batuan. Tumbuhan sebangsa ganggang, cendawan dan lumut kerak (Lichenes), lumut hati dan lumut daun, adalah makhluk perintis kehidupan yang tangguh dan terkhususkan. Lumut kerak sisa yang ditinggalkan mengalami proses yang lambat-laun mampu membentuk kandungan organik berupa selaput humus. Kemudian bersama unsur-unsur iklim dan cuaca, mereka mengalami pelapukan dan perubahan-perubahan pada batu-batuan dan unsur-unsur fisik lainnya, sehingga membentuk lingkungan fisik yang lebih cocok bagi tumbuhan pelopor jenis lainnya.
Dengan demikian, apabila mati, tumbuhan jenis lain tersebut akan bermanfaat sebagai hara bagi tumbuhan selanjutnya yang akan menggantikan tumbuhan sebelumnya yang kurang cocok dengan situasi baru. Spesies yang mati tersebut dimungkinkan karena terlalu dini memasuki daerah baru, yakni pada waktu habitatnya belum mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ada juga tumbuhan yang tumbuhnya lambat meskipun lingkungannya sesuai, hanya saja unsur penunjang hidupnya tidak terikut pada saat pindah ke tempat yang baru tersebut. Umumnya suksesi daratan tersebut akan berkembang dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan tingkat rendah (Cryptogamae), tumbuh-tumbuhan herba (terna), semak, perdu dan pohon. Apabila tumbuhan yang tinggi mulai meneduhi tumbuhan rendah, maka akan ada tumbuhan yang mati karena kekurangan sinar. Akan tetapi ada juga yang justru lebih kuat pertumbuhannya karena sifat hidupnya tidak tergantung pada sinar. Ini berarti bahwa pohon-pohon tinggi tersebut merupakan pengendali bagi tumbuhan di bawah dan di sekitarnya sebelum pada akhirnya sampai pada hutan klimaks.
Dengan kata lain, proses suksesi tersebut berjalan terus sampai pada akhirnya terbentuk keseimbangan (klimaks), yaitu komunitas hutan. Jenis klimaks yang terbentuk sebagai hasil suksesi tergantung pada iklim daerah secara menyeluruh, dimana klimaks tersebut selalu berada dalam keadaan seimbang dan mantap. Keadaan ini akan bertahan selama iklim dan mutu tanah tidak mengalami perubahan dan selama tidak terjadi kemunduran nilai faktor penunjang.
Adanya masyarakat hutan yang terjadi dengan stabil tidak berarti bahwa perubahan-perubahan tidak terjadi di dalamnya. Pohon-pohon tua yang tumbang dan mati, misalnya, tetap akan menghasilkan anakan-anakan pohon. Begitu pula jika terjadi gangguan intensif dari luar seperti kebakaran berulang kali, serangan hama dan penyakit secara besar-besaran, maupun penebangan habis dalam praktek kehutanan.
No comments:
Post a Comment
Mohon Komentar Untuk Perbaikan Artikel. Terima Kasih